Fenomena doxing atau penyebaran data pribadi yang belakangan mencuat di media sosial dinilai berpotensi menggerus semangat demokrasi di tengah masyarakat.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Mulawarman (Unmul), Syaiful Bachtiar, menyuarakan kekhawatirannya atas tren yang makin meresahkan ini, terutama ketika serangan dilakukan terhadap pihak-pihak yang menyampaikan kritik secara terbuka.
Salah satu kasus terbaru terjadi di Samarinda.
Founder media lokal Selasar.co, Achmad Ridwan, menjadi korban serangan digital setelah akun Instagram anonim menyebarluaskan identitas lengkapnya dari KTP.
Aksi ini terjadi usai Selasar mengunggah video monolog yang menyuarakan kritik terhadap kelompok buzzer yang lebih dulu mempublikasikan identitas seorang konten kreator bernama kingtae.life.
Konten kreator tersebut dikenal aktif mengkritik kebijakan pembangunan kota melalui unggahan media sosial.
Menanggapi hal tersebut, Syaiful menekankan pentingnya perlindungan terhadap kebebasan berpendapat, apalagi jika kritik yang disampaikan bersumber dari fakta dan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Tentunya kalau kebebasan berekspresi atau pendapat itu disampaikan berdasarkan dengan fakta-fakta, tentu itu mestinya dilindungi oleh undang-undang," sebutnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa, 13 Mei 2025.
Menurutnya, doxing bukan sekadar pelanggaran privasi, tapi juga bentuk kekerasan digital yang merusak rasa aman warga negara dalam menyampaikan pandangan secara terbuka.
Baca Juga: Diduga Salah Diagnosa, RSHD Samarinda Tak Hadiri RDP Bahas Kasus Malpraktik
"Karena masyarakat punya hak untuk berpendapat, harusnya tidak ada bentuk-bentuk intimidasi ataupun intervensi dari pihak manapun, baik secara verbal maupun non verbal," kata Syaiful.
Lebih jauh, ia menilai bahwa praktik doxing adalah taktik represif yang melemahkan kebebasan sipil dan membungkam suara kritis.
"Terkait fenomena buzzer serta munculnya doxing ini, harus terus dikawal. Jangan sampai perlindungan warga negara ketika menyampaikan pendapat itu terancam," tutupnya.
Di tengah era informasi yang serba terbuka, Syaiful mengingatkan bahwa demokrasi hanya bisa hidup jika masyarakat merasa aman untuk menyuarakan pikirannya, tanpa rasa takut akan dibungkam atau diserang secara personal.
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Fakta Menarik Skuad Timnas Indonesia Jelang Duel Panas Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 27 September 2025, Kesempatan Raih Pemain OVR 109-113
- 30 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 28 September: Raih Hadiah Prime Icon, Skill Boost dan Gems Gratis
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Punya Utang Rp55 Triliun, Janji Lunas Oktober
-
Ngeri Tapi Nagih! Ini Lho Alasan Psikologis Kenapa Kita Doyan Banget Nonton Film Horor
-
Daftar 46 Taipan yang Disebut Borong Patriot Bond Danantara, Mulai Salim, Boy Thohir hingga Aguan
-
Pilih Gabung Klub Antah Berantah, Persis Solo Kena Tipu Eks Gelandang Persib?
-
Tema dan Pedoman Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2025
Terkini
-
Internet Desa Tak Hanya Infrastruktur, Tapi Juga SDM Andal
-
Prabowo: Politik Indonesia Harus Santun, Penuh Persaudaraan
-
Prabowo Pastikan Standar Baru MBG, Semua Dapur Wajib Punya Koki Terlatih
-
DPR Desak Pemerintah Tunda Ekspor Emas, Prioritaskan Kebutuhan Domestik
-
9.637 Produk RI Bebas Bea Masuk ke Eropa lewat I-EU CEPA