Scroll untuk membaca artikel
Yovanda Noni
Rabu, 07 Oktober 2020 | 09:32 WIB
Meri memamerkan produk turunan tumpar dagangannya (Foto: istimewa)

SuaraKaltim.id - Meriana baru tiga tahun menggeluti bisnis kerajinan tangan.

Di tahun ke tiga, dia bahkan harus menghadapi masa pandemi yang serba sulit.

Meski demikian, pengusaha turunan sulam tumpar ini tidak pernah mengeluh karena kekurangan pesanan.

Ditemui di rumahnya, Jalan Gunung Belah, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Meri sedang sibuk menjahit sebuah tas.

Baca Juga: Jokowi: Produk Kerajinan Tangan Jadi Kekuatan Indonesia Tembus Pasar LN

“Disambi ya, karena sedang ngejar pesanan dari Pemkab Kukar. Rencana mau diikutkan pameran Dekranasda,” katanya.

Meri kemudian membuka etalase dagangannya, dia memperlihatkan beragam produk aksesoris untuk kaum hawa.

Berbagai produk turunan tumpar seperti baju, dompet, masker dan konektor jilbab sudah terbungkus rapi dalam plastik.

Menurutnya, semua dagangan itu memang diperuntukkan untuk perempuan.

Alasannya, karena perempuan tidak pernah takut membeli aksesoris pelengkap penampilan.

Baca Juga: Yuk, Intip Kerajinan Tangan di Inacraft 2019

“Selain produk kecantikan, perempuan pasti suka belanja aksesoris. Tas dan masker adalah produk yang paling laku. Banyak pelanggan yang koleksi masker tumpar dipadukan dengan tas warna senada,” ujarnya.

Listy, pengusaha batik yang menjadi pelanggan tetap Meri Tumpar (foto: Yovanda)

Meri menggeluti usaha turunan tumpar sejak tahun 2017 silam. Bermula dari coba-coba, ternyata produk buatannya laku keras di pasaran.

Tidak tanggung-tanggung, pesanan bahkan datang dari luar pulau Kalimantan seperti Jakarta dan Papua.

Rata-rata pemesan adalah kaum sosialita. Seperi ibu-ibu Bayangkari, komunitas arisan hingga istri-istri pejabat daerah.

“Tas dan masker banyak saya kirim ke Pulau Jawa, Papua, Bali dan NTT juga pesan di sini. Beberapa kali ibu Bayangkari di Jawa pesan banyak. Biasanya pesan tas senada warna dengan maskernya,” ungkapnya.

Produk turunan tumpar buatan Meri terbuat dari berbagai bahan. Pelanggan bisa memilih bahan dan model sesuai keinginan.

Semakin bagus bahan yang digunakan, semakin bagus juga kulitas produk yang dihasilkan.

Meri kemudian memamerkan satu tas buatannya. Tas itu disebut doyo tumpar Meri.

Dijelaskan dia, doyo adalah bahan dari serat kayu yang kuat dan asli dari Kutai. Tas berbahan doyo bisa bertahan hingga puluhan tahun.

Agar menarik, pada sisi depan dan belakang disulam dengan tumpar motif enggang . Di bagian atas, diberi manik-manik dan dikunci dengan tali pegangan tas yang kuat. 

Tas itu dihargai Rp 600 ribu, dengan kualitas yang bagus. Tas doyo Meri itu kemudian menjadi produk andalan yang sering dibawa pada pameran UMKM.

“Tumpar Meri memang lebih terkenal produk tas berbahan doyo. Manik-maniknya saya ambil dari pengrajin manik asli Dayak. Jadi satu tas ini ada tiga kerajinan. Doyo, manik dan sulam tumparnya sendiri,” sebutnya.

Tiga bahan itu semua dirangkai menggunakan tangan, tidak ada yang menggunakan mesin keculi untuk menjahit tasnya.

“Tasnya saya buat sendiri, suami saya kadang membantu jahit bagian bawah. Mesin yang kami gunakan juga bagus, hasil jahitannya kuat dan sudah sering kami uji coba,” katanya.

Meri sedang mengkaji berbagai masker buatannya yang sesuai dengan standar SNI (foto: Yovanda)

Saban bulan, Meri mendapat keuntungan belasan juta dari hasil kerajinan tangannya. Dia tidak pernah mengeluh walau Pandemi covid-19 pernah menghentikan langkahnya.

“Di awal mula Covid-19 sempat tidak ada pesanan masuk. Tapi tiba-tiba saya punya ide membuat masker tumpar. Nah masker ini yang kemudian laku keras. Bahkan ibu-ibu yang belanja tidak tahan hanya beli masker tanpa membeli tas tumpar meri,” ungkapnya.

Sejak saat itu, Meri kembali kebanjiran pesanan. Dia memasarkan semua produk turunan tumpar melalui online.

“Semua saya pasarkan secara online. Kalau ada kesempatan ikut pameran, saya akan lngsung tancap gas. Saya bahkan sudah siap-siap ikut pameran di luar negeri bersama Pemerintah provinsi kaltim,” sebutnya.

Kini, Meri bahkan siap menghadapi ancaman resesi yang sudah digaungkan Menteri Keuangan. Menurutnya, usaha kerajinan tangan turunan tumpar tidak akan lekang, hanya karena ancaman resesi. Sebab, sulam tumpar khas Dayak Benuaq bisa dijadikan beragam produk yang menawan.

“Saya sudah buktikan, masa-masa sulit ini bisa dilewati dengan baik. Walau ancaman resesi kembali ada, saya sudah siap dengan segala kemungkinan,” pungkasnya.

Load More