SuaraKaltim.id - Pandemi Covid-19 saat ini sudah memasuki tahun kedua. Begitu banyak sektor yang berubah. Termasuk pola hidup masyarakat.
Jika sebelumnya semua berjalan dengan normal, kini harus beradaptasi dengan kebiasaan baru. Tak boleh abai terhadap protokol kesehatan (Prokes). Seperti menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, serta menjaga kebugaran tubuh.
Bagi orang dewasa, kebiasaan baru bisa dikatakan tinggal penyesuaian. Lantas bagaimana dengan anak-anak?
Psikolog Balikpapan, Patria Rahmawaty saat diwawancarai SuaraKaltim.id mengatakan, tahun kedua di masa pandemi, anak-anak pada umumnya sudah mulai beradaptasi. Di mana salah satunya perihal pembelajaran yang dilakukan secara daring ataupun online.
Baca Juga: Cegah Anak Alami Gejala Covid-19 Berat, Ketua IDAI Ingatkan Pentingnya Imunisasi Rutin
"Meski dalam proses daring ini belum sepenuhnya sempurna, namun anak-anak berupaya maksimal untuk tetap belajar. Memang ada beberapa kasus yang terjadi akibat proses belajar daring, namun saya yakin pemerintah telah berupaya menanganinya," ujarnya di Balikpapan, Sabtu (24/7/2021) sore.
Patria menerangkan, sebagian anak memang merasa bosan dan merasa cemas dengan pandemi yang belum tahu kapan berakhir. Namun, pada saat itulah seharusnya keluarga hadir. Untuk mengatasi masalah, yang dihadapi si anak.
"Dalam pergaulan sosial, memang anak menjadi terbatas, namun masing-masing keluarga akan berupaya menciptakan situasi yang aman dan nyaman secara psikologis agar anak-anak mereka tetap bisa menjalankan aktifitasnya meski dari rumah. Pola pergaulan yang berubah dari biasa bertemu langsung, menjadi interaksi dengan daring," jelasnya.
Sementara saat disinggung bagaimana cara yang tepat bagi orangtua untuk mendidik anak di tengah pandemi, dosen Politeknik Negeri Balikpapan ini mengatakan, para orangtua harus berupaya menerapkan pengasuhan sesuai kondisi saat ini.
"Sekarang orangtua juga banyak yang work from home, harusnya pengawasan orangtua kepada anak lebih intens. Orangtua harus melihat situasi dari sisi positif, yakni lebih mendekatkan diri secara emosional, komunikasi menjadi lebih baik, serta lebih memahami karakter anak dan melibatkannya dengan aktifitas-aktifitas di rumah," tuturnya.
Baca Juga: Menaker Ida Tegaskan Komitmen Pemerintah Lindungi Pengusaha di Tengah Pandemi
Diakui Patria, setiap generasi memang ada perubahan pola asuh yang dilakukan orangtua kepada anak, karena situasi yang berbeda.
"Tapi yang perlu diketahui, yang tidak berubah adalah orangtua tetap akan memberikan pengajaran kepada anak tentang budi pekerti, sopan santun dan pendidikan akhlak yang baik pada anak," katanya.
Di sisi lain, saat ini banyaknya public figure yang muncul di sosial media. Mulai dari gamer, youtuber, dan selebgram. Tak jarang mereka juga menyampaikan kata-kata kasar. Tentu hal ini akan mempengaruhi si anak. Lantas bagaimana seharusnya orangtua menanggapinya?
Patria mengatakan, orangtua harus melakukan pengawasan dan memahami idola si anak. KEmudian melakukan komunikasi terbuka, dan itu membantu si anak mencari idola, yang sesuai dengan karakternya. Lalu kemudian mengambil hal-hal yang bersifat positif.
"Setiap anak pada masa tertentu akan mencari public figure atau idola yang sesuai dengan dirinya. Ini wajar karena memang di masa remaja, pengaruh idola dan teman sebaya akan memberikan warna dalam pembentukan kepribadiannya. Hanya saja tetap, orangtua melakukan pengawasan pada anak. Orangtua perlu paham mengenai idola si anak. Komunikasi yang terbuka dengan anak, akan membantu untuk mencari idola yang memberikan pengaruh positif bagi diri mereka," ungkapnya.
"Kekhawatiran orangtua jika anak mereka mencari idola yang kurang tepat adalah wajar. Karena mereka tidak ingin anak mereka mendapat pengaruh buruk dari idola mereka. Oleh karena itu, perlu menjalin interaksi yang positif dengan anak, agar anak selektif dalam mencari Idola mereka," sambungnya.
Sedangkan saat disinggung lagi soal adanya beberapa kasus yang dimana para anak kehilangan orangtua saat pandemi, Patria mengatakan, memang kehilangan orang yang paling dekat akan memberikan trauma psikologis yang mendalam bagi anak. Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan treatment psikologis untuk mengatasi perasaan tersebut.
"Berada dalam keluarga yang masih ada, dapat membantu untuk memulihkan meski hal itu membutuhkan proses yang cukup lama. Anak perlu diajak berkomunikasi untuk mengeluarkan perasaan sedih mereka dan membantu anak-anak untuk bangkit kembali. Kemudian harus mendapat suport dari orang-orang sekitar agar si anak tidak merasa sendiri," pungkasnya.
Kontributor : Tuntun Siallagan
Berita Terkait
-
Ole Romeny Sorot Nasib Anak Indonesia: Banyak Talenta Sepak Bola tapi Mereka Tak Selalu Bisa...
-
Duka yang Diabaikan: Remaja Kehilangan Orang Tua, Siapa Peduli?
-
Bangkit dari Perceraian, Sherina Munaf Temukan Ketenangan di Pelukan Keluarga Saat Lebaran
-
Berkaca dari Kasus Arra, Psikolog Ungkap Cara Tepat Hadapi Anak yang Rendahkan Orang Lain
-
Peran Orangtua dan Teknologi dalam Perkembangan Sosial Anak Prasekolah
Terpopuler
- Robby Abbas Pernah Jual Artis Terkenal Senilai Rp400 Juta, Inisial TB dan Tinggal di Bali
- Ini Alasan Hotma Sitompul Dimakamkan dengan Upacara Militer
- 7 Rekomendasi Sabun Pemutih Wajah, Harga Terjangkau Kulit Berkilau
- 5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB Terbaik April 2025
- Alumni UGM Speak Up, Mudah Bagi Kampus Buktikan Keaslian Ijazah Jokowi: Ada Surat Khusus
Pilihan
-
3 Kata Ajaib Paus Fransiskus untuk Diego Maradona
-
Sudah Pasti, Suzuki Fronx Meluncur 28 Mei
-
Paus Fransiskus Meninggal Dunia, Pertandingan Liga Italia Ditunda
-
Prabowo Ugal-ugalan Buat Kebijakan, Para Taipan RI Ramai-ramai Larikan Kekayaan ke Luar Negeri
-
Jordi Amat dan Saddil Ramdani Main di Persib? Ini Prediksi Pemain yang Bakal Tergusur