SuaraKaltim.id - Pasangan suami istri (Pasutri) tunanetra, I Wayan Warka (54), dan Ni Made Tangen (35), tetap bekerja untuk bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19. Mereka memiliki seorang anak berusia 10 tahun dan tinggal di Banjar Saba, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Bali.
Warka bekerja mengangkut air. Sedangkan istrinya, membuat tatakan canang.
Menyadur dari Suara.com, pada Rabu (4/8/2021). Ni Made Tangen telaten mengerjakan tatakan canang, meski tidak melihat. Made Tangen mengaku sudah punya pelanggan tetap. Setiap hari mendapat pesanan tatakan canang berbahan janur.
Hanya saja, hasil mejejahitan tidak seberapa. Kisaran Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu per hari. Demikian pula sang suami, hanya mendapatkan nilai tukar air sekitar Rp 2 ribu per ember. Meski sedikit, pasutri ini tetap bekerja.
"Kami tidak mungkin berdiam diri. Kami lakukan apa yang bisa kami usahakan," kata Made Tangen.
Warka yang masih bisa melihat samar-samar itu setiap hari bekerja mengangkut air dari sumber air untuk disalurkan ke rumah-rumah warga.
Cara yang dilakukan Warka tergolong konvensional, yakni mengangkut air menggunakan ember lalu dibawa ke rumah-rumah penduduk yang memerlukan jasa airnya.
Warka pun mendapat upah dari rutinitasnya itu. Begitu pula sang istri, meski tidak mampu melihat, namun setiap hari selalu membuat canang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Untuk membeli bahan baku janur, pasutri ini tetap semangat berjalan kaki sekitar 2 kilometer ke pasar terdekat. Kadang kala, dalam perjalanan ke pasar inilah Nyoman Warka dan Made Tangen mendapat uluran tangan.
Baca Juga: Jaksa KPK Sebut Nurdin Abdullah Dapat Uang Lewat Sumbangan Masjid dan Bantuan Covid-19
"Kadang di jalan ada yang ngasi sejumlah uang, ya kami terima saja. Syukur berterima kasih ada yang peduli," ujar Warka.
Pasutri tunanetra ini merupakan salah satu keluarga miskin yang sudah mendapatkan program bedah rumah.
Pasangan ini dikaruniai putra normal, I Wayan Widiasa, 10 tahun. Saat ini, Wayan Widiasa masih mengenyam pendidikan di SDN 3 Saba. "Sekarang kelas V," ujarnya.
Widiasa tidak makan nasi. Sehari-hari hanya kentang dan jagung saja yang bisa masuk ke dalam perut. Menurut ibunya Made Tangen, anaknya semenjak balita sudah trauma makan nasi.
"Waktu bayi, saya biasa kasi minum air titisan. Begitu agak besaran, dikasi bubur nggak mau dimakan. Katanya butiran nasi itu kayak ulat. Jadi sampai sekarang tidak makan nasi," kata Made Tangen, alumni Sekolah Mahatmia Tabanan.
Mengenai kondisi tuna netranya, Made Tangen alami sejak lahir. "Saya lahir tanpa kedua bola mata. Jadi memang tidak bisa melihat sejak lahir sampai sekarang," kata dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kumpulan Prompt Siap Pakai untuk Membuat Miniatur AI Foto Keluarga hingga Diri Sendiri
- Terjawab Teka-teki Apakah Thijs Dallinga Punya Keturunan Indonesia
- Bakal Bersinar? Mees Hilgers Akan Dilatih Eks Barcelona, Bayern dan AC Milan
- Gerhana Bulan Langka 7 September 2025: Cara Lihat dan Jadwal Blood Moon Se-Indo dari WIB-WIT
- Geger Foto Menhut Raja Juli Main Domino Bareng Eks Tersangka Pembalakan Liar, Begini Klarifikasinya
Pilihan
-
Nomor 13 di Timnas Indonesia: Bisakah Mauro Zijlstra Ulangi Kejayaan Si Piton?
-
Dari 'Sepupu Raisa' Jadi Bintang Podcast: Kenalan Sama Duo Kocak Mario Caesar dan Niky Putra
-
CORE Indonesia: Sri Mulyani Disayang Pasar, Purbaya Punya PR Berat
-
Sri Mulyani Menteri Terbaik Dunia yang 'Dibuang' Prabowo
-
Surat Wasiat dari Bandung: Saat 'Baby Blues' Bukan Cuma Rewel Biasa dan Jadi Alarm Bahaya
Terkini
-
Kaltim Dorong Sekolah Terapkan Sistem Hybrid, Guru Dituntut Jadi Fasilitator
-
Pemkab PPU Bekali Nelayan Pesisir Demi Kelestarian Laut Penyangga IKN
-
Demo DPRD Kaltim Berujung Represif? LBH Samarinda Angkat Kasus ke Polisi
-
KPK Perketat Jerat di Kasus Suap Tambang, Dayang Donna Tunggu Giliran?
-
Pemkab PPU-Baznas Salurkan Bantuan Rp190 Juta untuk Warga Rentan di Sekitar IKN