Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Kamis, 30 September 2021 | 17:00 WIB
Ilustrasi tambang batu bara. [inibalikpapan.com]

“Sayangnya tidak ada itikad baik dari Kementerian ESDM untuk membuka data tersebut sehingga kami bersama JATAM Kaltim harus sampai mengajukan gugatan dalam persidangan,’ bebernya.

Kemudiaan, dokumen salinan kontrak atau perjanjian, dokumen catatan evaluasi, notulensi hingga informasi siapa saja yang telah diundang dan dilibatkan termasuk dalam kategori data publik dan terbuka untuk diakses. Hal itu sesuai dengan Pasal 64 dan 87D di dalam UU Minerba No 3 Tahun 2020 bahwa pemerintah dan pemerintah daerah.

Dua institusi ini, sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada masyarakat secara terbuka termasuk pusat data dan informasi pertambangan. Bahkan wajib menyajikan informasi pertambangan secara akurat, mutakhir, dan dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh pemegang perizinan berusaha dan masyarakat.

Peraturan pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara pada pasal 119 ayat 1 hingga ayat 10 diatur persyaratan pemberian izin pertambangan khususnya sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian.

Baca Juga: Dua Kecelakaan Tambang Batu Bara di China, 2 Orang Tewas dan 12 Lainnya Hilang

“Informasi yang disyaratkan dalam regulasi itu yang pada muaranya adalah hasil evaluasinya dapat berpengaruh pada keputusan menteri dalam memberikan persetujuan kelanjutan operasi kontrak/perjanjian atau menteri dapat menolak persetujuan kelanjutan operasi kontrak/perjanjian tersebut,” tambahnya.

Menurut UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Pasal 65 ayat (2), setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Sejumlah yurisprudensi juga menunjukan bahwa data-data itu bisa diakses publik dan terbuka seperti Putusan No. 001/VII/KIP-PS-A/2010 antara LPAW vs. Blora Patragas Hulu terkait dengan dokumen perjanjian kerja antara PT Blora Patragas Hulu dengan PT Anugrah Bangun Sarana Jaya dalam pengelolaan 2,1% saham participating interest Blok Cepu yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Blora; Juga putusan No. 197/VI/KIP-PS-M-A/2011 antara YP2IP vs. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dengan kontrak Freeport, PT Kaltim Prima Coal, PT Newmont Mining Corporation.

“Karena itu kami dari JATAM Kaltim merasa memiliki legal standing atau posisi dan dasar hukum karena seperti yang tercantum pada pasal 10 UU Minerba Nomor 3 tahun 2020 di jelaskan mengenai peran dan partisipasi masyarakat dalam wilayah pertambangan,” ujar Pradarma Rupang, Dinamisator JATAM Kaltim.

Katanya, dari hal itu dinyatakan bahwa penyusunan dan penetapan wilayah pertambangan harus diselenggarakan secara transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab. Hal itu harus terpadu dengan mengacu pada pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat terdampak, dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, hak asasi manusia, dan sosial budaya, serta berwawasan lingkungan; dan  dengan memperhatikan aspirasi daerah.

Baca Juga: Makin Dilemahkan, Jatam: KPK Hanya Berani Tertibkan Tambang Kecil

Dari data-data yang yang mereka minta tersebut, dapat diketahui apakah pemerintah sudah melibatkan partisipasi masyarakat terdampak, siapa saja yang dilibatkan dan diundang, serta bagaimana prosesnya, apakah sudah memperhatikan aspirasi daerah, atau pun tidak.

“Kami sedang menjalankan tugas warga negara yakni berpartisipasi secara aktif dalam perbaikan tata kelola sektor pertambangan mineral dan batubara, apalagi yang menanggung dampak dari perpanjangan ini kelak adalah warga Kalimantan Timur,” lugasnya.

Ia menegaskan, data-data dan proses perpanjangan kontrak perizinan perusahaan pertambangan batubara yang akan berakhir, mestinya dibuka pada publik sebagaimana amanat dalam Konstitusi Pasal 28C dan 28F Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) serta Pasal 14 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) yang secara eksplisit ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP 14/2008).

Undang- undang itu menyatakan, setiap warga Negara memiliki hak untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik, terlebih lagi jika berkaitan dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak.

Keputusan publik ini mencakup kontrak pengelolaan kekayaan alam Indonesia, dalam hal ini pertambangan Mineral dan Batubara, karena kontrak tersebut memiliki dimensi publik, sehingga masuk dalam kategori keputusan publik yang seharusnya dibuka dan melibatkan partisipasi publik secara luas.

JATAM Nasional dan JATAM Kaltim juga memiliki sejumlah catatan jejak buruk pada kesejahteraan masyarakat setempat atau terhadap keberlangsungan lingkungan hidup di sekitar wilayah pertambangan. Khususnya, kelima perusahaan tambang PKP2B yang akan habis masa berlakunya. Mulai dari merubah bentang alam, merusak sumber air, tindak kekerasan, kriminalisasi, merampas tanah, menggusur lahan masyarakat adat, menyembunyikan Informasi publik dan penuh jejak korupsi.

Load More