Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Jum'at, 22 Oktober 2021 | 20:14 WIB
Situasi banjir di Jalan S Parman, Samarinda. [Dokumen Relawan TRC-ITS]

SuaraKaltim.id - Banjir di Samarinda bukanlah suatu hal yang baru terjadi, tapi sudah menjadi momok di Kota Tepian ini. Hingga kini belum ada solusi yang ditawarkan setiap periodesasi Wali Kota.

Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Samarinda, Joni Sinatra Ginting mengatakan, banjir di Samarinda juga tidak terlepas dari minimnya lahan terbuka hijau.

“Daerah resapan air pun sangat berkurang, sehingga ketika diguyur hujan, lahan kosong ini tidak mampu menahan debit air yang besar,” ungkapnya disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Jumat (22/10/2021).

Menurutnya, Dinas lingkungan hidup (DLH) Samarinda, dan Dinas Pekerjaan  umum dan Penataan Ruang (PUPR), perlu berkolaborasi untuk pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) lebih banyak sebagai upaya meminimalisir banjir lewat serapan pada pohon-pohon atau tanaman.

Baca Juga: Kasus Pembunuhan RA Wanita Asal Banjarmasin, Polisi Mengaku Kantongi Identitas Pelaku

Selain itu juga, katanya lagi, Samarinda tidak hanya kurang RTH untuk pengendalian banjir, namun juga penebangan atau pembukaan lahan semakin masif dilakukan. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar seluruh organisasi pemerintah daerah (OPD) terkait yang berwenang agar terus bekerja secara profesional sesuai tupoksi kerjanya masing-masing. 

“Misalkan pembukaan lahan baru, dan pembangunan perumahan, saya harap semuanya memberikan izin atau rekomendasi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan, bekerja secara profesional,” ujarnya.

Sementara dugaan lain pun dilontarkan Ginting, bahwa peristiwa banjir ini tidak terlepas dari peranan koridor tambang batu bara yang sering meresahkan masyarakat Samarinda. 

“Tambang ilegal itu sangat banyak akhir-akhir ini, harus ditindak tegas oleh pihak yang berwenang, banjir di Samarinda termasuk ulah mereka,” tegasnya.

Anggota Komisi I DPRD Samarinda tersebut mengatakan, bahwa kawasan yang saat ini terparah akibat tambang batu bara hingga banjir kerap melanda adalah daerah Muang Dalam, Kelurahan Lempake.

Baca Juga: Prakiraan Hujan di Pegunungan Sumut, BMKG: Waspadai Potensi Banjir dan Longsor

“Bahkan lumpur yang sampai masuk ke dalam rumah warga setempat, batu bara pun ikut terseret ke rumah warga dibawa arus banjir, salah satunya akibat dari adanya aktivitas penambangan ilegal itu,” ungkapnya.

Ia juga mengatakan bahwa,ketika tim melakukan sidak serta terbukti adanya aktivitas penambangan ilegal, maka pihak terkait akan dikenakan sanksi sebagai perbuatan melanggar hukum, dan bersedia mengganti kerugian warga. 

“Jika terbukti tidak memiliki SIUP dalam melakukan aktivitas penambangan, maka perlu limpahkan ke pengadilan untuk diproses secara hukum,” tutupnya.

Load More