Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Kamis, 08 September 2022 | 10:00 WIB
Darwis saat tiba di Pantai Manggar Balikpapan usai menempuh 122 km mengarungi Selat Makassar, Rabu (7/9/2022). [Suara.com/Arif Fadillah]

SuaraKaltim.id - Puluhan kapal layar tiba di pantai Manggar pada Rabu (7/9/2022). Masyarakat Sulawesi Barat (Sulbar) biasa menyebutnya Sandeq.

Total ada 35 sandeq yang berlabuh di Pantai Segara Sari Balikpapan. Kapal ini menggunakan tenaga angin untuk berlayar.

Lebar layarnya sekitar 120 meter. Ada tiga sisi layar yang menjadi tenaga penggerak sandeq setelah tertiup angin. Sang nahkoda dibantu anak buah kapal mengendalikan layar dari bawah. 

Satu dari 35 sandeq dinakhodai Darwis. Pria yang sudah 30 tahun lamanya menjadi sang pengendali sandeq. Selama perjalanan dari Sulbar menuju Balikpapan memakan waktu 7 hari. 

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Sulawesi Barat, Minggu 4 September 2022

Mereka terlebih dahulu ke Pantai Palipi, Pantai Deking, Mamuju, hingga Pulau Ambo dan Salissingang. Dari Pantai Palipi hingga Mamuju mereka saling lomba dengan menunjukkan atraksi.

Setelah dari Mamuju baru singgah di Pantai Palipi dan Salissingang untuk menuju labuhan terakhir, Pantai Manggar Balikpapan. 

Peralanan yang lumayan panjang ini, dengan jarak kurang lebih 75 miles atau sekitar 122 km ini dilalui oleh para passandeq dengan melakukan lomba dan atraksi berdasarkan jenis sandeq yang digunakan.

Sayang diakui Darwis tidak maksimal, lantaran angin yang kencang membuat passandeq kesulitan. Bahkan sebagian besar mesti ditarik oleh perahu klotok. 

"Angin kencang sekali, jadi mesti ditarik pakai kapal klotok. Tidak ada istirahat kita hanya singgah saja di beberapa tempat yang sudah ditentukan," kata Darwis. 

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Sulawesi Barat, Sabtu 3 September 2022

Dijelaskan Darwis bahwa sandeq erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Mandar. Nenek moyang seorang pelaut memang benar adanya.

Darwis mendapatkan keahlian membuat sandeq turun temurun dari ayahnya. Pria 58 tahun menjelaskan sandeq adalah kendaraan untuk mencari ikan. 

"Para nelayan zaman dulu cari ikan. Pakai sandeq kan. Kalau sekarang ya sudah pakai kapal biasa, ada mesin. Sandeq sudah dijadikan untuk ikut lomba aja," kata Darwis. 

Dalam sandeq diisi delapan orang awak kapal. Darwis sebagai pemimpinnya. Untuk membuat sandeq diperlukan waktu satu bulan. Mengingat hampir semua sisi kapal dibentuk dari kayu pilihan.

Sementara untuk sayap pengembangan sandeq dari bambu sepanjang kurang lebih 17 meter. Sedangkan dari dasar sandeq menjulang ke atas lebih dari 17 meter sebagai penopang layar. 

"Biayanya besar bisa hampir Rp 50 juta untuk satu sandeq. Pengerjaan kapal diperlukan dua sampai lima orang lah," tambah Darwis. 

Darwis sendiri baru pertama kali berlayar menggunakan sandeq. Biasanya hanya dari Majene, Mamuju hingga Makassar. Tapi soal pengalaman jangan ditanya.

Dia juga pernah turut mengikuti festival Kemaritiman di Prancis sekitar 2012 lalu. Sandeq mewakili Indonesia dalam festival De les Tonneret Brest, kegiatan festival maritim internasional yang digelar Juli 2012 di Perancis. Perahu dari sejumlah negara hadir, salah satunya perahu sandeq yang mewakili Indonesia.

Sebagai orang Mandar, Darwis sangat bangga bisa membuat hingga mengendalikan sandeq. Perahu sandeq merupakan kebanggaan masyarakat Mandar di Sulawesi Barat.

Ia mengatakan para pelaut Mandar dengan berbekal sandeq mampu mengarungi lautan selama berhari-hari mencari ikan bahkan hingga ratusan kilometer jauhnya dari kampung mereka. 

Kontributor: Arif Fadillah

Load More