Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Minggu, 04 Mei 2025 | 19:48 WIB
Foto dari udara yang menunjukkan antrean tongkang batu bara yang melintas di Sungai Mahakam. [Presisi.co]

SuaraKaltim.id - Usulan agar Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) mengambil alih pengelolaan Alur Sungai Mahakam kembali mengemuka, menyusul dua insiden tabrakan kapal dengan Jembatan Mahakam I dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.

Namun demikian, rencana tersebut belum bisa direalisasikan karena belum tersedia payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur kewenangan tersebut.

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada usulan resmi yang masuk ke Bapemperda terkait pembentukan Perda pengelolaan alur sungai.

Hal itu disampaikan Baharuddin di Samarinda, Kamis, 1 Mei 2025 kemarin.

Baca Juga: Dorong Kesetaraan Gender, Pejabat Perempuan Isi Jabatan Strategis di Pemprov Kaltim

“Sampai hari ini belum ada usulan masuk ke Bapemperda. Tapi saya dengar Komisi II sedang menggagasnya,” ujar Baharuddin, disadur dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Minggu, 4 Mei 2025.

Sebagai pembanding, ia menyebut Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) telah lebih dulu mengatur pengelolaan Alur Sungai Barito melalui peraturan daerah.

Saat ini, Komisi II DPRD Kaltim disebut tengah melakukan studi banding ke Kalsel untuk mempelajari mekanisme yang diterapkan di sana.

“Saya menunggu hasil kunjungan Komisi II ke Kalsel. Itu bisa jadi bahan masukan untuk kita,” tambah politikus PAN itu.

Baharuddin menegaskan, setiap pembentukan Perda harus melalui mekanisme formal, baik sebagai inisiatif DPRD maupun dari pihak eksekutif.

Baca Juga: Dari DPR ke Medsos, Celetukan Rudy Masud yang Jadi Bumerang

Meski mendukung rencana pengelolaan Alur Sungai Mahakam oleh Pemprov Kaltim, ia menekankan pentingnya prosedur yang sesuai aturan.

“Kalau Perda-nya ada, potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) besar bisa kita dapat. Tapi tetap harus lewat tahapan,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Muhammad Husni Fahruddin, menilai buruknya manajemen lalu lintas sungai sebagai alasan kuat bagi Pemprov untuk mengambil alih pengelolaan alur Mahakam.

Ia menyoroti lemahnya kinerja lembaga jasa kemaritiman seperti KSOP dan Pelindo, yang dinilai kurang profesional.

Ia juga menyinggung soal nihilnya kontribusi PAD dari aktivitas alur sungai, meskipun sektor tersebut strategis secara ekonomi.

“Tidak ada PAD sama sekali dari alur sungai. Batu bara sudah diambil pusat, masa alur sungainya juga?” kata politisi Golkar yang akrab disapa Ayub itu.

Jembatan Mahakam I Nyaris Ambruk? Investigasi dan Desakan Tutup Total

Setelah insiden sebelumnya pada Minggu, 16 Februari 2025, Jembatan Mahakam I kembali ditabrak kapal yang tengah melintas pada Sabtu malam, 26 April 2025.

Dua kejadian terbaru ini tercatat berlangsung di luar jam operasional yang diizinkan untuk aktivitas penggolongan kapal.

Kabar mengenai insiden ini pertama kali tersebar lewat akun Instagram @info_samarinda_ yang membagikan rekaman kerusakan pada fender Jembatan Mahakam I.

Dalam video tersebut, tampak fender mengalami pembengkokan dan kerusakan parah pada bagian karet penyangganya.

“Ini yang dihajar, peyot sudah na. Ya Allah ai peyot na pilarnya, tiang yang paling depan,” ujar Abdul Giaz, anggota Komisi II DPRD Kaltim, yang merekam kondisi tersebut. Video itu diunggah ulang oleh akun Instagram tersebut pada Minggu pagi, 27 April 2025 sekitar pukul 08.00 WITA.

Menanggapi kejadian tersebut, DPRD Kaltim mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin, 28 April 2025 guna membahas insiden tabrakan kedua di tahun ini terhadap jembatan yang sama.

Meskipun sebelumnya Badan Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) menyatakan bahwa kondisi jembatan masih layak dilalui, peristiwa terbaru mendorong perlunya penyelidikan tambahan.

Hendro Satrio, Kepala BBPJN Kaltim, mengungkapkan bahwa terdapat kerusakan pada pelat kepala pilar, dengan struktur bagian atas jembatan menunjukkan perubahan.

Ia menjelaskan bahwa tabrakan dari arah berbeda membuat posisi rantai jembatan berubah dari miring menjadi lebih tegak.

“Kami mengusulkan agar Jembatan Mahakam I ditutup sementara untuk pengujian lebih lanjut,” katanya dalam RDP di DPRD Kaltim.

Pada Rabu, 30 April 2025, BBPJN melakukan sejumlah pengujian teknis guna memastikan keamanan dan kelayakan jembatan yang merupakan salah satu jalur vital transportasi di Samarinda.

Hendro menyebutkan, tiga metode pengujian utama dilakukan: pengukuran geometrik untuk mendeteksi perubahan struktur, uji pembebanan dinamis menggunakan truk 8 hingga 12 ton yang melaju cepat, serta pengujian beton pilar 4 dengan metode Ultrasonic Pulse Velocity (UPV).

Berdasarkan berita acara, saat kejadian, kapal tongkang tidak sedang dalam proses penggolongan melainkan tengah berlabuh.

Ketika upaya memperpendek tali pengikat dilakukan karena dinilai terlalu panjang, tali justru terputus akibat arus deras sekitar pukul 23.15 WITA. Akibatnya, kapal tongkang kehilangan kendali dan menghantam tiang Jembatan Mahakam I.

Saat ini, nahkoda serta kru kapal milik PT Energy Samudra Logistics masih menjalani pemeriksaan di kantor Polairud, menunggu hasil investigasi lebih lanjut.

Direktur Utama perusahaan, J. Hendrik, menegaskan komitmen pihaknya terhadap proses hukum yang berlaku.

“Ini sudah diatur oleh hukum. Kami akan patuh terhadap prosesnya dan tidak akan lari dari tanggung jawab,” ujarnya seusai RDP.

RDP tersebut dipimpin oleh Komisi II DPRD Kaltim dan Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud.

Rapat ini turut dihadiri perwakilan dari PT Pelayaran Mitra 7 Samudera serta sejumlah pihak yang terlibat dalam insiden Februari lalu.

Hasil rapat merekomendasikan penutupan total lalu lintas di Jembatan Mahakam I—baik di atas maupun di bawahnya—selama minimal dua bulan untuk keperluan investigasi dan pembangunan kembali fender.

“Kami minta malam ini juga KSOP menandatangani kesepakatan untuk menutup jembatan sampai investigasi selesai dan fender dibangun. Dua bulan,” tegas Hasanuddin Mas’ud.

Sementara BBPJN menargetkan penyelidikan teknis bisa dimulai secepatnya pada Rabu atau Jumat pekan tersebut, DPRD mendesak percepatan penutupan demi menghindari kerugian lebih besar dan mencegah korban jiwa.

“Berarti ada indikasi menurut kita ini terjadi pengelohan diam-diam, curi-curi, berarti kan ada dong yang bermain mata, nggak mungkin berani kapal. Nah, ini yang sebenarnya kita khawatirkan,” ujar Hasanuddin menegaskan.

Sayangnya, PT Pelayaran Mitra 7 Samudera kembali dinilai tidak kooperatif karena gagal memberikan klarifikasi yang memadai.

Bahkan, untuk kelima kalinya, perusahaan tersebut dianggap mengabaikan undangan RDP, hingga akhirnya perwakilannya diusir dari rapat.

Perusahaan tersebut diberi tanggung jawab membangun ulang fender jembatan dengan estimasi biaya Rp35 miliar.

“Kami sudah merekomendasikan kepada mereka semuanya bahwa deadline itu secepatnya. Semakin cepat melakukan penyelesaian itu semakin cepat untuk bisa kembali beroperasi. Karena ini kita meminta fender itu harus dibangun,” kata Sapto Setyo Pramono, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim.

Load More