SuaraKaltim.id - Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menekankan pentingnya pelestarian budaya lokal Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai bagian dari pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045.
Hal itu dinyatakan politikus Gerindra itu saat melakukan kunjungan kerja ke Kaltim dalam rangka meresmikan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIV, serta meninjau langsung sejumlah situs budaya, Jumat (30/5/2025).
Salah satu sorotan utama Fadli Zon adalah upaya pelindungan dan pemanfaatan budaya tradisional melalui berbagai pendekatan kreatif dan kolaboratif.
Fadli mengutip pasal 28 I Ayat 3 UUD 1945 tentang penghormatan terhadap identitas budaya dan hak masyarakat tradisional. Ia menekankan bahwa peran Kementerian Budaya adalah untuk melindungi, mengembangkan, dan membina kebudayaan nasional.
“Dengan budaya inilah kita bisa memajukan wilayah, sekaligus memperkenalkan kepada dunia melalui perjalanan di Kaltim,” katanya dalam kuliah umum bertajuk “Menggali Kearifan Lokal: Perbandingan Hukum Adat dan Kearifan Lokal dalam Masyarakat Modern” di Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT).
Sebagai provinsi yang akan menjadi pusat pemerintahan baru melalui Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur memiliki potensi budaya yang luar biasa.
Festival Erau, misalnya, tetap menjadi tradisi ikonik yang digelar tiap tahun di Kutai Kartanegara.
Selain itu, lebih dari 30 warisan budaya tak benda telah diakui secara nasional, seperti Pentengan Gambus Paser, Naek Ayun, dan Tarsul Kutai.
Salah satu bukti penting sejarah Kaltim adalah prasasti Yupa, peninggalan Kerajaan Kutai yang menjadi simbol tertua eksistensi masyarakat literasi di Nusantara.
Prasasti ini menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta, mengindikasikan tingginya nilai peradaban lokal di masa lampau.
Tak hanya peninggalan fisik, keberagaman budaya lokal di Kalimantan Timur juga tercermin dari suku-suku yang mendiami wilayah ini.
Data BPS tahun 2022 menunjukkan bahwa suku Jawa mendominasi populasi dengan 30,24 persen, diikuti suku Bugis (20,81 persen), Banjar (12,45 persen), Dayak (9,94 persen), dan Kutai (7,8 persen). Ketiga suku asli—Dayak, Kutai, dan Banjar, berperan penting dalam menjaga tradisi dan melestarikan kebudayaan lokal.
Menurut Fadli, potensi budaya bisa dikenalkan melalui media modern seperti film. Ia mendorong mahasiswa untuk membuat film pendek, dokumenter, hingga film layar lebar yang bisa mengangkat ekspresi budaya lokal secara lebih luas dan modern.
“Ekspresi budaya bisa dalam bentuk film, seni rupa, tari, wastra, hingga kuliner. Ini adalah bagian dari cara kita mengangkat budaya Kaltim ke level nasional bahkan internasional,” katanya.
Mantan Wakil Ketua DPR RI itu juga menyebutkan pentingnya peran taman budaya dan museum daerah sebagai pusat edukasi dan konservasi budaya.
Ia berharap keberadaan Balai Pelestarian Kebudayaan XIV di Kaltim mampu meningkatkan indeks kemajuan kebudayaan daerah secara signifikan.
Salah satu titik yang ditinjau langsung oleh Fadli adalah Masjid Shiratal Mustaqiem, cagar budaya yang dibangun pada 1881.
Bangunan ini terbuat dari kayu ulin khas Kalimantan dan masih difungsikan sebagai tempat ibadah serta destinasi wisata religi.
“Masjid ini cukup terawat. Tapi tentu tetap perlu perawatan berkala dengan memperhatikan keaslian bahan dan struktur bangunannya. Apalagi di sini juga ada mushaf Al-Qur’an yang diduga ditulis pada abad ke-18. Itu sangat berharga,” ucapnya usai menunaikan shalat Jumat.
Dalam proses pelestariannya, renovasi terhadap bangunan cagar budaya harus mengacu pada peraturan perundang-undangan dan memerlukan izin khusus, baik dari pemerintah daerah maupun Balai Pelestarian Cagar Budaya, tergantung level administratifnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim, Rahmat Ramadhan mengatakan, kunjungan Fadli Zon menjadi momentum penting untuk mempererat sinergi antara pusat dan daerah.
“Ini bukan hanya simbol dukungan, tapi juga peluang besar untuk mengembangkan kolaborasi pelestarian budaya ke depannya,” ujarnya.
Selain menjadi pusat ibadah, Masjid Shiratal Mustaqiem kini juga menjadi titik penting dalam promosi wisata budaya Kalimantan Timur, menarik perhatian tidak hanya dari masyarakat lokal tetapi juga wisatawan nusantara.
Dengan pembangunan IKN dan arus modernisasi yang kian cepat, pelestarian budaya lokal Kalimantan Timur menjadi tantangan sekaligus peluang.
Pemerintah pusat berharap peran generasi muda dapat menjadi kunci dalam menarasikan kembali kekayaan warisan budaya Kaltim ke dalam bentuk yang lebih adaptif dan inklusif.
Kontributor: Giovanni Gilbert
Berita Terkait
-
CEK FAKTA: Giring Minta Anies Baswedan Berhenti dari Politik karena Bikin Gaduh, Benarkah?
-
Serunya Nobar Film di Bioskop Terapung Desa Muara Enggelam
-
Fadli Zon Tetapkan Hari Kebudayaan Nasional Tanpa Sepengetahuan Presiden Prabowo, Apa Alasannya?
-
Penetapan Hari Kebudayaan Bertepatan HUT Presiden Prabowo, Ini Klarifikasi Fadli Zon
-
Bukan karena Ultah Prabowo, Fadli Zon soal HKN: 17 Oktober Bertepatan Lahirnya Bhinneka Tunggal Ika
Terpopuler
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- 5 Pemain Timnas Indonesia yang Bakal Tampil di Kasta Tertinggi Eropa Musim 2025/2026
- Kisah Pilu Dokter THT Lulusan UI dan Singapura Tinggal di Kolong Jembatan Demak
- Brandon Scheunemann Jadi Pemain Paling Unik di Timnas Indonesia U-23, Masa Depan Timnas Senior
- Orang Aceh Ada di Logo Kota Salem, Gubernur Aceh Kirim Surat ke Amerika Serikat
Pilihan
-
Gaduh Pemblokiran Rekening, PPATK Ngotot Dalih Melindungi Nasabah
-
Siapa Ivan Yustiavandana? Kepala PPATK Disorot usai Lembaganya Blokir Rekening Nganggur
-
Siapa Ratu Tisha? Didorong Jadi Ketum PSSI Pasca Kegagalan Timnas U-23
-
6 Rekomendasi HP dengan Kamera Canggih untuk Konten Kreator 2025
-
4 Rekomendasi HP Murah Vivo Memori Besar, Harga Terjangkau Sudah Spek Dewa
Terkini
-
IKN Dibuka Lebar untuk Dunia: Basuki Tegaskan Komitmen Investasi Sehat dan Berkelanjutan
-
BMKG Ingatkan Kaltim: Kemarau Basah Bisa Picu Karhutla dan Krisis Air
-
Seno Aji Tegaskan FKDM sebagai Mitra Strategis Jaga Keamanan Wilayah
-
Revisi UU IKN Mengemuka, DPRD Kaltim: Jangan Gegabah Ubah Aturan!
-
Ketika Elpiji Harus Diantar dengan Ketinting: Cerita Distribusi Energi di Mahulu