Si sulung terdiam lama. Kemudian menangis tanpa berurai air mata. Lydia kaget, panik. Si sulung, dengan suara pelan seperti tercekik, berkata: “Mamak... Ayah na anu pepe’ ku.” Mamak, (ayah melakukan sesuatu pada vagina saya,) katanya.
Lydia menangis, merebahkan badan pada sandaran sofa, “Jangan main-main, Nak. Jangan ki main-main.”
“Iye, Mamak. Iye.” Ia bertanya kepada kedua anaknya, “Benarkah ini, Nak?”
“Iya, Mamak. Saya juga dianu pantatku,” kata anaknya. “Saya juga Mamak,” jawab anak bungsu.
Baca Juga:Jejak Kasus Reynhard Sinaga, Predator Seks yang Menggemparkan Mancanegara
Ia meraih ketiga anaknya, menangis bersama. Kepalanya seakan meledak, ingin berteriak. Ketika berusaha berdiri menuju kamar mandi, untuk melepaskan tangis, ia terjatuh. Kakinya terasa kehilangan tulang.
Anak-anak membantunya beringsut. Ia mengesot menuju sofa. Ia meracau. Dan mulai sadar saat anak-anaknya menegur, “Kenapa ki, Mamak?”
PADA pekan kedua Oktober 2019, Lydia membawa ketiga anaknya, Lydia pergi ke kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinas Sosial Luwu Timur. Di unit inilah, idealnya, seorang yang mengadukan kasus kekerasan bisa mendapatkan perlindungan.
Kepala Bidang Pusat Pelayanan, Firawati, menerima Lydia di ruangan kecil bersekat.
Sementara ketiga anaknya berada di fasilitas permainan di unit itu. Lydia menceritakan kepada Firawati mengenai kronologi pengakuan anaknya mengalami kekerasan seksual oleh ayah kandung sendiri. Firawati mengaku kenal dengan terduga pelaku karena “sesama aparatur sipil negara.”
Baca Juga:Klarifikasi Humas Polres Lutim Cap Laporan Pemerkosaan 3 Anak Hoaks, Warganet Makin Geram
Bukan pertama-tama memprioritaskan ruang aman bagi Lydia dan ketiga anaknya, Firawati malah menghubungi terduga pelaku, mengabarkan ada pengaduan atas dugaan kasus pencabulan, sehingga mantan suami Lydia itu datang ke kantor Pusat Pelayanan.
Firawati berdalih alasan mempertemukan terduga pelaku dengan ketiga anak untuk membuktikan apakah mereka trauma saat bertemu ayahnya. Firawati juga berdalih tindakannya itu atas izin Lydia. “Kan, sesama ASN. Mau dikonfirmasi,” katanya.
“Tahu, tidak? Semua anaknya berburu ke bapaknya. Justru mamaknya ditinggalkan. Bahkan anak-anak agak berat meninggalkan bapaknya waktu dipanggil sama Mamaknya,” kata Firawati.
Lydia, saat saya mengulang klaim cerita Firawati itu, mendengarnya sambil melongo.
“Bagaimana mungkin dia bicara seperti itu? Hari pertama saya melapor dan minta pendampingan ke kepolisian, tapi Firawati langsung menelepon [terduga] pelaku kalau saya datang sama anak-anak,” kata Lydia.
“Setelah dia menelepon, dia bilang ke saya kalau saya mengajari anak-anak memfitnah [terduga] pelaku.”