Pada satu malam awal Oktober 2019, saat Lydia mencuci piring, anak bungsunya berteriak bahwa kakaknya mengeluh sakit pada bagian vagina. Lydia segera mendekati anak sulungnya, memeluknya dari belakang sambil mengusap-usap pundak.
“Nak, apa dibilang adek tadi?” kata Lydia.
“Tidak ji, Mamak,” jawab anak sulung.
Ia membujuk, “Saya sayang sekali. Sayang sekali. Kalau ada masalah, ceritakan sama Mamak. Saya jadi penolong dan pelindung ta. Masak sama Mamak tidak berani?”
Baca Juga:Jejak Kasus Reynhard Sinaga, Predator Seks yang Menggemparkan Mancanegara
“Bilang, Nak. Kalau anak ada sakit, Mamak tidak tahu. Sakit kah, Nak?”
Si sulung terdiam lama. Kemudian menangis tanpa berurai air mata. Lydia kaget, panik. Si sulung, dengan suara pelan seperti tercekik, berkata: “Mamak... Ayah na anu pepe’ ku.” Mamak, (ayah melakukan sesuatu pada vagina saya,) katanya.
Lydia menangis, merebahkan badan pada sandaran sofa, “Jangan main-main, Nak. Jangan ki main-main.”
“Iye, Mamak. Iye.” Ia bertanya kepada kedua anaknya, “Benarkah ini, Nak?”
“Iya, Mamak. Saya juga dianu pantatku,” kata anaknya. “Saya juga Mamak,” jawab anak bungsu.
Baca Juga:Klarifikasi Humas Polres Lutim Cap Laporan Pemerkosaan 3 Anak Hoaks, Warganet Makin Geram
Ia meraih ketiga anaknya, menangis bersama. Kepalanya seakan meledak, ingin berteriak. Ketika berusaha berdiri menuju kamar mandi, untuk melepaskan tangis, ia terjatuh. Kakinya terasa kehilangan tulang.