SuaraKaltim.id - Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan Andi Sri Juliarty mengungkapkan, dari 257 kasus aktif Covid-19 di Kota Minyak sekitar 50 persen adalah anak usia sekolah.
“Anak usia sekolah setiap hari ada (kasus tertular). Jadi dari jumlah total kasus di Balikpapan yang positif itu hampir 50 persen itu usia anak,” ujarnya, melansir dari Inibalikpapan.com--Jaringan Suara.com, Minggu (6/2/2022).
Tingginya penularan kasus Covid-19 itulah yang menyebabkan Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan menghentikkan proses pembelajaran tatap muka (PTM). Dia pun membenarkan hal tersebut dalam keterangan singkatnya.
“Iya itu alasannya,” jelasnya.
Baca Juga:Tito Terbitkan Inmendagri Cegah Covid-19 di Ajang MotoGP Mandalika, Penonton Hanya 100 Orang
Dia membeberkan, mayoritas anak usia sekolah terpapar dari keluarga terdekat. Karena di awal ditemukannya kasus Covid-19 justru dari pelaku perjalanan yang baru pulang dari Jakarta maupun Bali.
“Pertama kali kita temukan itu di Januari awal (2022) itu orang yang dari Jakarta, Bali datang. Baik karena tugas atau habis berlibur atau mau masuk lokasi kerja,” ucapnya.
Dia melanjutkan, kemungkinan para anak sekolah tertular ketika mereka dalam perjalanan pulang. Sehingga belum terdeteksi saat tes antigen.
“Mereka waktu pulang mau naik pesawat tes antigen belum ketahuan, masih negatif. Bisa saja dia baru tertular sehingga belum terdeteksi. Atau dia tertularnya saat setelah tes atau perjalanan kembali di pesawat di bandara,” lugasnya.
Dia memaparkan juga, mayoritas kerabat atau keluarga yang terkonfirmasi Covid-19 tidak memiliki gejala. Karena menurutnya, mungkin saja telah dua kali vaksin atau booster. Sehingga, ketika tiba di rumah langsung menularkan ke keluarga terdekat, termasuk ke anak.
Baca Juga:Luhut: Lansia Belum Divaksin dan Punya Komorbid Diimbau Tak Keluar Rumah Dulu
“Itulah kasus kita langsung naik, karena satu keluarga langsung 4-5 orang yang tertular. Jadi awalnya dari situ muncul klaster keluarga,” tuturnya
Lalu, fenomena lain juga dia jelaskan. Yakni, ketika anak memasuki sekolah yang kemudian berpotensi menularkan ke anak lainnya. Hal itulah yang menjadi alasan kuat untuk memutus mata rantai penularan dan sementara PTM ditiadakan.
“Anak tertular, anak masuk sekolah. Jadi anak ini terytular dari rumahnya, bukan di sekolah, dari keluarganya dari perjalanan. Tapi dia masuk sekolah dia bisa menularkan ke temannya yang lain. Jadi caranya memutus, tutup dulu sekolah,” tandasnya.