SuaraKaltim.id - Prayitno Djayadwiharjo Koesman, tahu betul bagaimana perjuangan rakyat Balikpapan dan Sanga-Sanga merebut kemerdekaan. Namanya turut masuk dalam daftar pejuang yang memukul mundur tentara Belanda di Kota Balikpapan.
Tugu demonstrasi rakyat Balikpapan yang berada di Karanganyar merupakan bukti adanya perlawanan terhadap pasukan Belanda.
"Di situ rakyat Balikpapan menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia. Sebagai bentuk kemerdekaan rakyat Balikpapan. Kami mengibarkan bendera merah-putih," terang pria yang disapa Mbah Koesman kepada jurnalis media ini, Rabu (17/8/2022).
Kejadian itu tepat pada 13 November 1945. Tepat 3 bulan setelah sang proklamator Soekarno-Hatta membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Baca Juga:Penyebab Lidah Tidak Ada Rasa, Apa Itu Ageusia?
Ya, rakyat Balikpapan saat itu menurut pengakuan Mbah Koesman belum mendengar kabar merdekanya Indonesia. Bahkan kata "merdeka" terasa asing di telinga rakyat Balikpapan.
"Tidak ada yang mengerti apa itu kata merdeka. Kaka saya masih ingat waktu zaman VOC, kalau orang Belanda punya budak. Kemudian tidak digaji, lalu dibebaskan itu disebut merdeka. Kemudian kita sempat mendengarkan radio bahasa Melayu bahwa Indonesia merdeka," kata Mbah Koesman.
Kabar merdekanya Indonesia selain didapatkan dari radio, juga dari salah satu anak buah kapal yang membawa kliping tentang kabar kemerdekaan Indonesia. Hal itu lah yang semakin memotivasi para pejuang untuk menyatakan ikut bergabung dengan Republik Indonesia.
Sebelum memutuskan untuk bergabung, rakyat Balikpapan dikomandoi Abdul Muthalib menggelar rapat secara tersembunyi terlebih dahulu. Mengingat ketika itu banyak tentara Belanda yang menduduki beberapa tempat strategis.
Mulai dari kawasan Karanganyar hingga Kebun Sayur banyak tentara Belanda berjaga. Hingga memutuskan rapat di Gunung Empat tempat salah satu pejuang.
Baca Juga:Dibantu Thanos, Pejuang Kemerdekaan Indonesia di Cimahi Serang Markas Belanda dan Tentara Sekutu
Lalu menyepakati bersama membentuk Komite Rakyat Merdeka dan menyatakan bahwa 13 November 1945 rakyat Balikpapan bergabung dengan Republik Indonesia.
Abdul Muthalib dkk pun diamankan oleh tentara Belanda. Meski gagal, kabar itu juga sampai terdengar ke penduduk di Balikpapan.
"Walau sempat digagalkan, tapi di kampung-kampung itu sudah kibarkan bendera," tambahnya.
Setahun kemudian, Mbah Koesman masih berjuang untuk memastikan bahwa pasukan Belanda bisa angkat kaki dari Balikpapan. Beberapa pimpinan pejuang rakyat Balikpapan ketika itu ditangkap.
Salah satunya punya hubungan darah dengannya. Mbah Koesman yang berusia 15 tahun diperintahkan untuk pergi ke Sanga-Sanga mengantarkan surat kepada pejuang.
"Jadi waktu itu saat Belanda dengan Australia menduduki Balikpapan, mereka sering buat layar tancap di Muara Rapak. Di situ saya pulang pergi malam hari. Karena dianggap berani, makanya paman saya itu memerintahkan saya sebagai pengantar kabar atau surat," katanya.
Bukan tanpa alasan, Koesman dianggap pemberani oleh pimpinan pejuang saat itu Kasmani yang merupakan kerabat keluarga. Ditemani 2 orang, mereka pergi menggunakan perahu dari Klandasan menuju Sungai Meriam Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara (Kukar) lalu menempuh waktu 3 hari 3 malam.
Ketika itu Sanga-Sanga justru masih bergejolak hingga tahun 1947. Padahal Republik Indonesia sudah menyatakan kemerdekaan 2 tahun sebelumnya.
"Awal Januari 1947 antar surat isinya terkait bergabungnya pasukan pejuang Balikpapan ke Sanga-Sanga untuk memukul mundur penjajah," terangnya.
Hingga pada 27 Januari 1947, berhasil memukul mundur Belanda dari Sanga-Sanga. Para pejuang ketika itu berhasil merebut gudang senjata dan amunisi perang lainnya.
Pejuang yang dinyatakan gugur yakni 73 pejuang. Sedangkan yang dinyatakan hilang sebanyak 63 orang. Mbah Koesman salah satunya dalam daftar pejuang hilang tersebut.
"Jadi satu-satunya angkatan 45' ini yang masih ada ya saya. Saya sedih juga tidak ketemu dengan teman-teman yang lain. Mereka hilang sampai sekarang tidak ditemukan," kenang Koesman.
Selepas masa kemerdekaan, Koesman memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di SMA Taman Madya Jakarta. Dia kemudian bekerja sebagai tenaga sipil di Paldam Militer di 1955-1956.
Kemudian berlanjut kerja di Pendjara Balikpapan pada 1957-1961. Bahkan dia sempat bekerja di Pertamina 1963-1973. Kemudian dipindahkan ke Union Oil (unocal) 76, dari 1973-1980.
Koesman berpesan kepada para generasi muda agar mampu menjaga warisan kemerdekaan yang sudah diperjuangkan para pahlawan. Tidak membuat suatu perbuatan yang kurang baik atau melanggar undang-undang.
Dirinya juga meminta agar generasi muda bisa mengingat dalam lubuk hatinya tentang perjuangan para pahlawan ketika berhadapan dengan para penjajah.
“Saya serahkan kepada penerus negeri ini, jangan sia-siakan para pejuang yang telah tiada. NKRI jaga seutuhnya, NKRI adalah harga mati," tegasnya.
Kontributor: Arif Fadillah