Scroll untuk membaca artikel
Yovanda Noni
Kamis, 17 September 2020 | 07:38 WIB
Tangkapan layar instagram @rrahmadmasud

SuaraKaltim.id - Tiga petahana di Kalimantan Timur (Kaltim), mendapat surat teguran dari Menteri Dalam negeri, karena dianggap lalai dalam mematuhi aturan kesehatan pada masa tahapan Pilkada.

Ketiganya adalah Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni; Wakil Wali Kota Balikpapan, Rahmad Mas’ud; dan Wakil Bupati Kutai Timur, Kasmidi Bulang.

Teguran tertulis itu disampaikan melalui Gubernur Kaltim, Isran Noor.

Ketiganya dianggap lalai, karena telah menimbulkan kerumunan massa saat mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah di Pilkada 2020.

Baca Juga: KPU Izinkan Kampanye Konser Musik di Musim Pandemi, Ini Alasannya

Keterangan tertulis Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Akmal Malik di Jakarta, Mendagri melayangkan tegur keras kepada 72 bupati /wakil bupati dan wali kota /wakil wali kota, serta  satu gubernur yang tak patuh protokol kesehatan.

Akmal menguraikan, masalah kerumunan massa sudah tertuang dalam PKPU nomor 10/2020. Namun kepala daerah petahana dengan sengaja untuk show force atau unjuk kekuatan, baik terkoordinir maupun tidak terkoordinir.

Sebagai efek jera, Kemendagri melakukan penegaran kepada cakada yang berasal dari ASN atau kepala daerah.

Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo menyayangkan Mendagri Tito Karnavian hanya memberi teguran keras pada calon kepala daerah. Sebab, kata dia, semua akan sia-sia jika tidak ditindak tegas.

“Artinya kalau hanya teguran tanpa ada tindakan tegas ya percuma, ini bukti betapa lemahnya pengawasan dalam penyelenggaraan pemilu termasuk lalainya penyelenggara pemilu dalam masa pandemi begini,” jelasnya.

Baca Juga: 243 Cakada Langgar Protokol, Tak Jaga Jarak hingga Kena Corona saat Daftar

Buyung mempertanyakan, kenapa hanya calon kepala daerah saja yang ditegur. Seharusnya, lanjutnya, ppihak penyelenggara Pemilu juga harus mendapat teguran dan sanksi tegas.

“Penyelenggara pemilu juga harus di tegur juga, pengawasannya bagaimana,” imbuhnya.

Dijelaskan Buyung, saat ini rakyat disibukan soal pandemi. Rakyat disuruh tunduk dan takluk pada protokol kesehatan, tetapi (sepertinya) diskresi pada penyelenggara dan para kontestan pemilu berbuat semamunya dan melanggar aturan masa pandemi ini.

“Artinya sejak awal mereka ini (peyelenggara dan kontestan pemilu) sudah melanggar dan mencederai demokrasi,” ujarnya.

Buyung lantas mempertanyakan, apa gunanya pesta demokrasi dalam masa pendemi sedangkan rakyat belum dimerdekakan dari ancaman Covid-19.

“Apa gunanya pilkada jika korban Covid-19 semakin banyak berjatuhan, bukan hanya rakyat tetapi bisa penyelenggara pemilu dan kontestannya juga. Bisa jadi klaster Pilkada yang dipaksakan. Mana yang lebih penting, pilkada atau keselamatan jiwa rakyat,” jelas Buyung.

Selain surat teguran, tambahnya, sebaiknya kepala daerah petahana mendapat sanksi yang berlaku di masyarakat.

“Sanksi kan ada aturannya, mereka telah melanggar protokol kesehatan yang berlaku lah. Ini misal ya jika melanggarnya harus menyapu jalan, ya harus menyapu jalan lah para kontestan itu,” pungkasnya.

Load More