SuaraKaltim.id - Film berjudul Duduk Sorangan, adalah film pendek yang mengisahkan kehidupan manusia dan Pesut Mahakam di pedalaman kutai Kartanegara (Kukar).
Film tersebut, mengisahkan legenda Pesut Mahakam yang dulunya adalah manusia.
Diperankan anak-anak di Hulu Mahakam, film itu diangkat dari cerita anak yatim yang terpaksa menjalani kehidupan tragis dan sendirian hidup di tepi sungai.
Sang sutradara, David Richard, menyebut, legenda Pesut Mahakam adalah cerita rakyat yang menjadi kepercayaan Suku Kutai.
Kisah itu adalah cerita yang menarik, yang bagus untuk diangkat dalam sebuah film.
“Buat saya, film ini tentu sangat menarik. Sebagai sutradara, saya sudah lama ingin mengangkat legenda Pesut Mahakam. Saya ingin mengajak penikmat film untuk merasakan kehidupan di Hulu Mahakam, Kukar,” katanya.
Dijelaskan dia, film Duduk Sorangan, diperankan oleh seorang anak SD di Desa Muara Enggelam. Lokasi pengambilan gambar juga di lakukan di Danau Melintang, Desa Muara Enggelam.
“Banyak yang tanya, kenapa pengambilan gambar di Danau Melintang. Saya jawab, Desa Muara Enggelam memiliki citarasa kearifan lokal Suku Kutai yang kental. Jika digali lebih dalam, banyak cerita menarik yang bisa dijadikan film,” ujarnya.
Dalam pembuatan film Duduk Sorangan, David dan tim harus berjuang mengambil gambar di atas air. Kapal yang bergoyang karena ombak, tak membuat dia lelah merekam tiap adegan.
Baca Juga: Sinopsis Film Don't Breathe, Usaha Pencurian yang Mencekam
Panas dan hujan, tidak pula membuat dia berhenti. Alasannya, karena film tersebut adalah film wajib yang harus dia jadikan sebuah karya.
“Saya mencintai Kukar lebih dari yang orang kira. Sebuah karya yang saya buat, adalah bagian dari diri saya. Bersama tim, kami bekerja ekstra untuk film ini. Saya berharap, melalui film, kami dapat mengembangkan industri kreatif di Kaltim,” sebutnya.
Selain itu, melalui Duduk Sorangan, David juga ingin menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga sebuah lingkungan.
Desa Muara Enggelam, adalah desa yang tak memiliki daratan. Kehidupan masyarakatnya bergantung pada air bersih.
Saban hari, masyarakat bergotong-royong berupaya membuat Danau Melintang bebas dari sampah. Tujuannya, selain manusia, satwa langka juga membutuhkan lingkungan yang bersih.
“Tentu ada pesan moral untuk masyarakat luas. Kearifan lokal Suku Kutai tak lepas dari danau dan sungai. Mereka bergerak bersama-sama menyelamatkan lingkungan. Selain manusia, ada pesut yang berharap habitatnya tetap sehat,” pungkasnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- 5 Pemain Timnas Indonesia yang Bakal Tampil di Kasta Tertinggi Eropa Musim 2025/2026
- Kisah Pilu Dokter THT Lulusan UI dan Singapura Tinggal di Kolong Jembatan Demak
- Brandon Scheunemann Jadi Pemain Paling Unik di Timnas Indonesia U-23, Masa Depan Timnas Senior
- Orang Aceh Ada di Logo Kota Salem, Gubernur Aceh Kirim Surat ke Amerika Serikat
Pilihan
-
Harga Emas Antam Terjun Bebas Hari Ini
-
Gaduh Pemblokiran Rekening, PPATK Ngotot Dalih Melindungi Nasabah
-
Siapa Ivan Yustiavandana? Kepala PPATK Disorot usai Lembaganya Blokir Rekening Nganggur
-
Siapa Ratu Tisha? Didorong Jadi Ketum PSSI Pasca Kegagalan Timnas U-23
-
6 Rekomendasi HP dengan Kamera Canggih untuk Konten Kreator 2025
Terkini
-
IKN Dibuka Lebar untuk Dunia: Basuki Tegaskan Komitmen Investasi Sehat dan Berkelanjutan
-
BMKG Ingatkan Kaltim: Kemarau Basah Bisa Picu Karhutla dan Krisis Air
-
Seno Aji Tegaskan FKDM sebagai Mitra Strategis Jaga Keamanan Wilayah
-
Revisi UU IKN Mengemuka, DPRD Kaltim: Jangan Gegabah Ubah Aturan!
-
Ketika Elpiji Harus Diantar dengan Ketinting: Cerita Distribusi Energi di Mahulu