SuaraKaltim.id - Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) diminta harus berawasan forest city atau kota modern yang melestarikan lingkungan. Rekomendasi tersebut disampaikan Arkeolog yang meneliti kawasan IKN.
Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas) I Made Geria mengemukakan, dengan konsep forest city diharapkan juga memperhatikan kebudayaan dan kearifan lokal setempat yang diwariskan dari peradaban sebelumnya.
“Kami bersama para peniliti mencoba memberikan sumbangan pemikiran terkait perencanaan pembangunan IKN yang terkait dengan value peradaban di masa lalu dan keseimbangan ekosistem, kawasan hutan,” ujarnya seperti dilansir Inibalikpapan.com-jaringan Suara.com.
Dia juga mengemukakan, para arkeolog juga mencoba mengangkat akar peradaban di IKN.
“Nah kami dari arkeologi nasional mencoba mengangkat akar peradaban. Jadi kalau kita tarik ke rona awal, sebenarnya peradaban itu yang menjadi pondasi keberadaan kita yang sekarang.”
Kearifan Lokal
Lebih lanjut, dia mengemukakan, nilai-nilai kearifan lokal masyarakat setempat harus dipertahankan, lantaran ada konsep keseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungan dan Tuhan. Seperti dalam konsep masyarakat Dayak yang dikenal dengan istilah Lewu Tatau.
Konsep tersebut terkait dengan ruang atas atau surga, khayangan dan entitas ketuhanan yang menguasai langit. Selain ruang atas, ada manusia, tanah dan lingkungan
“Konsep harmonisasi keseimbangan, hubungan manusia dengan lingkungannya dan hubungan manusia dengan Tuhannya,” ujarnya.
Dia juga menyampaikan, timnya telah berbincang dengan masyarakat Adat Desa Mentawir Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) yang hidup di kawasan mangrove. Lantaran mangrove menjadi sumber kehidupan masyarakat setempat sehingga harus dijaga dan dikelola.
Baca Juga: Kemen PUPR Siapkan Prasarana Air Bersih di Ibu Kota Negara Baru
“Masyarakat menyelamatkan kawasan mangrovenya. Mungkin itu juga menjadi sumber pangan mereka dan dikelola secara kearifan,” ujarnya.
Selama ini, lanjutnya, masyarakat Desa Mentawir memanfaatkan mangrove menjadi olahan pangan seperti sirup maupun menjadi pupuk. Itu sudah turun temurun dilakukan para leluhurnya. Sehingga Kehidupan yang berkelanjutan.Bahkan kata dia, ada sanksi sosial dan sanksi adat bagi yang merusak lingkungan.
Seperti dalam kepercayaan masyarakat setempat yang dipegang tegus, seperti pamali yakni perbuatan kejahatan, seperti merusak lingkungan. Selain itu, masyarakat memanfaatkan alam untuk menyelamatkan kawasan, seperti bambu yang dimanfaatkan untuk menahan tanggul sehingga air sungai tidak meluap saat hujan. Termasuk juga untuk mengantisipasi erosi.
Sehingga lanjutnya, kearifan lokal masyarakat setempat harus didukung dan menjadi landasan dalam pembangunan IKN.
”Karena bisa memberikan penghidupan kepada masyarakat sekitar. Landasan perencanaan pembangunan IKN,” ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
AYIMUN Samarinda Chapter 2025 Siapkan Generasi Muda Jadi Calon Pemimpin Global
-
Kaltim Jamin Stok Pangan Aman, Harga Terpantau Stabil Jelang Natal dan Tahun Baru
-
Persagi Siap Tugaskan Ahli Gizi untuk MBG di Seluruh Pelosok Indonesia
-
Alat Kebencanaan Disiagakan untuk Hadapi Cuaca Ekstrem di Kaltim
-
Warga Kaltim Diminta Waspada Potensi Bencana Hidrometeorologi