SuaraKaltim.id - Pahlawan tanpa tanda jasa, istilah itu dinobatkan kepada profesi guru. Profesi mulia yang kurang diperhatikan oleh pemerintah. Padahal, merekalah yang memiliki tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan jeri payah yang mereka lakukan.
Nasib ini selalu diterima oleh para guru. Apalagi guru honorer yang berada di pelosok. Seperti yang dirasakan Taufiq Hidayat, guru honorer di pedalaman Kutai Kartanegara (Kukar).
Dirinya harus memutar otak, mengingat tempat ia tinggal jauh dari perkotaan. Upah yang ia dapat dari mengajar juga tak cukup untuk memenuhi kebutuhannya selama sebulan. Lebih tepatnya, gaji yang diperoleh Taufiq hanya Rp 250 rb perbulan.
Taufiq mengajar di Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis. Ia memulai profesi sebagai guru agama sejak 2008 silam.
Setelah menamatkan pendidikan di Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih, Kalimantan Selatan (Kalsel). Pada Agustus 2009, ia dipanggil untuk mengajar di SD 011 Muara Wis, dengan upah yang dibayar per triwulan, melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Saya mengajar pendidikan agama Islam," jelasnya, disadur dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Rabu (11/8/2021).
Mencari nafkah tambahan dengan menjadi nelayan.
Kala menerima upah yang disebutkan sebelumnya, Taufiq pun sudah menjadi kepala keluarga. Kondisi itu membuatnya perlu mencari nafkah tambahan. Ia pun memutuskan menjadi nelayan, sebagaimana mayoritas warga di sana mencari nafkah.
Melihat kondisi sang suami, istri Taufiq juga ikut menambah pemasukan dengan cara berjualan. Walaupun sedikit, bagi mereka bisa memenuhi kebutuhan selama sebulan sudah lebih dari cukup.
Baca Juga: Guru Besar FKUI Desak Pemerintah Tegas Tangani Covid-19 Untuk Tekan Angka Kematian
Ketabahan mengabdi sebagai guru agama Islam membuahkan hal manis bagi Taufiq dan keluarga. Dirinya pun diangkat menjadi guru honorer tenaga harian lepas (THL) dari Dinas Pendidikan Kukar.
Di tahun ini, gajinya mengalami kenaikan. Yakni mencapai Rp 1,5 juta dengan insentif Rp 1,2 juta. Walaupun sudah meningkat, tetap saja, pencairan insentif selalu terlambat.
Dengan gaji segitu, Taufiq mengaku masih belum cukup untuk tinggal di pedalaman Kukar. Musababnya, selain membiayai kebutuhan pokok, biaya transportasi di sana juga cukup tinggi. Lantaran, Desa Muara Enggelam berada di atas Danau Melintang. Sehingga transportasi mesti menggunakan kapal ketinting mesin ces.
"Tidak adanya akses darat membuat harga sayur dan sembako jadi mahal," bebernya.
Itulah alasan kenapa hingga kini ia tetap menjadi nelayan. Walaupun begitu, Taufiq mengaku tetap bersyukur atas upah yang ia terima sebagai guru honor. Sebab, ia sudah berniat ikut andil dalam dunia pendidikan.
Bangga jadi guru honor dengan misi memerangi kebodohan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- Diskon Listrik 50 Persen PLN Oktober 2025, Begini Syarat dan Cara Dapat E-Voucher Tambah Daya!
- Shin Tae-yong Batal Comeback, 4 Pemain Timnas Indonesia Bernafas Lega
- 7 Rekomendasi Smartwatch untuk Tangan Kecil: Nyaman Dipakai dan Responsif
- 5 Bedak Padat yang Cocok untuk Usia 50 Tahun ke Atas, Samarkan Flek Hitam
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Anda Lemas dan Cepat Lelah? Mungkin Mengalami Penyakit Ini
-
BMKG: Pasang Laut Maksimum di Kaltim Terjadi 2130 Oktober, Jangan Abai Peringatan!
-
Zakat Jadi Penopang Sosial Baru di Wilayah Penyangga IKN
-
Internet Gratis Menyapa Pelosok Kukar, Kaltim Percepat Akses Digital Desa
-
Masjid Banyak Belum Bersertipikat, Pemerintah Waspadai Potensi Konflik Lahan di Kaltim