Scroll untuk membaca artikel
Bella
Jum'at, 05 Agustus 2022 | 19:20 WIB
Seorang warga saat menunjukkan meteran air di tempat tinggalnya, Jumat (5/8/2022). (suara.com/ Arif Fadillah)

SuaraKaltim.id - Hilir mudik mobil pickup mengangkut tangki air 1200 liter. Pemandangan ini sering terlihat di kawasan Jalan Gunung Steling, Kelurahan Gunung Samarinda Baru, Balikpapan Utara. Mobil pengangkut air itu berasal dari tempat usaha jual beli air bersih.

Mereka bagaikan juru selamat untuk warga Gunung Steling. Lantaran warga selama ini masih sulit mendapatkan air bersih yang mengaliri tiap rumah. Meskipun meteran air sudah terpasang di beberapa rumah. Air bersih justru tidak didapatkan warga.

"Di daerah sini memang banyak tidak lancar ngalir airnya. Paling sering itu jam 2 malam. Itupun cuma sampai jam 4 subuh. Kalau seperti tempat saya ini kecil airnya," ungkap Fitriansyah, warga RT 40 Kelurahan Gunung Samarinda, Kecamatan Balikpapan Utara.

Fitriansyah sudah lebih dari 20 tahun tinggal di gunung Steling. Selama itu pula dia kesulitan mendapatkan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, Fitriansyah lebih banyak memanfaatkan air hujan.

Baca Juga: Wings Air Layani Penerbangan Purbalingga-Pondok Cabe Setiap Hari Jumat

"Kalau untuk mandi ya pakai air hujan ditampung di drum. Kalau untuk konsumsi, makan, minum ya mesti beli air. Biasanya Rp 70 ribu satu tandon yang 1200 liter. Sebulan ada dua kali beli," ujar pria paruh baya itu.

Komplain sudah sering dia layangkan. Petugas datang untuk memperbaiki jaringan kemudian lancar. Tapi tetap saja hanya malam hari mengalirnya. "Pagi sampai siang tidak pernah sama sekali ngalir. Ya kadang bergadang, atau tinggal saja tidur pasti cuma dapat satu drum," tambah Fitri.

Hal serupa juga dirasakan Muhamad Fajar, warga RT 28 Kelurahan Gunung Samarinda, Balikpapan Utara. Selama 15 tahun lamanya dia tinggal di kawasan tersebut, air sangatlah sulit didapatkan. Berulang kali dia mengajukan untuk pemasangan, namun baru tahun ini bisa diterima.

"Ya setelah lapor RT, terus ramai-ramai ke sana baru kita diterima pengajuan. Tapi masih proses sepertinya," kata eks pekerja perminyakan itu.

Bahkan Fajar pernah membuat sumur. Dengan mengebor hingga kedalaman 53 meter. Biaya yang dikeluarkan hingga Rp 16 juta. Semua itu dilakukan demi dapat air bersih. Sekarang dia tak lagi memanfaatkan sumur, mengingat cukup berisiko.

Baca Juga: Habis Citilink Terbitlah Wings Air, Ini Jurus Bupati Purbalingga Biar Bandara JB Soedirman Laris Manis

"Sumur takutnya nanti meluber ke mana-mana. Jadi sekarang ikut tetangga untuk dapat air. Bayarnya bagi dua setiap bulan," katanya.

Sementara itu Ketua RT 40, Wagiman mengakui di daerahnya masih kesulitan air bersih. Bahkan sebagian di daerahnya memanfaatkan sumur dengan sistem Water Treatment Plan (WTP). "Kalau untuk air bersih di tempat saya sebagian pakai sumur WTP. Kalau di daerah atas sana pakai PDAM, tapi ya sulit ngalirnya," kata Wagiman.

Wagiman berharap permasalahan air bersih bisa segera terselesaikan. Agar warganya bisa menikmati air bersih tanpa harus menunggu hujan ataupun menggali sumur lagi.

Kontributor: Arif Fadillah

Load More