Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Selasa, 23 Agustus 2022 | 12:26 WIB
Ilustrasi kekerasan terhadap anak (Pixabay/Geralt)

SuaraKaltim.id - Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang ditangani Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser hingga akhir Juli 2022 mencapai 22 kasus.

Hal itu disampaikan oleh Kepala DP2KBP3A Paser Amir Faisol belum lama ini.

"Tercatat periode Januari-Juli 2022, ada 22 kasus kekerasan anak dan perempuan di Kabupaten Paser," katanya, melansir dari ANTARA, Selasa (23/8/2022).

Ia mengatakan, adapun rincian dari 22 kasus tersebut yakni 7 kasus kekerasan pada perempuan dan 15 kasus kekerasan pada anak.

Baca Juga: Sejoli Bertengkar, Pria Ini Dianiaya Hingga Kepala Ditoyor Pasangannya, Warganet: Itu Bukan Cinta

Untuk kasus kekerasan pada perempuan yang jumlahnya 7 kasus itu, katanya sebagian besar kekerasan yang dilakukan dalam bentuk  kekerasan psikis.

“Ada empat kasus kekerasan psikis, dan selebihnya adalah kekerasan fisik, seksual, dan penelantaran,” ucapnya.

Sementara, untuk 15 kasus kekerasan pada anak terdiri dari 7 kasus kekerasan seksual,  3 kasus kekerasan diakibatkan hak asuh,  2 kasus kekerasan diakibatkan penelantaran,  1 kasus kekerasan fisik, dan 2 kasus kekerasan lainnya.

Ia menjelaskan yang dimaksud dengan kekerasan psikis atau kejiwaan pada perempuan biasanya korban mendapatkan bullying atau perundungan dari masyarakat. Sementara kekerasan fisik contohnya kekerasan pemukulan.

"Misal kekerasan psikis atau kejiwaan yang dialami korban pemerkosaan, dia dicap sebagai korban pemerkosaan. Di situ ada pelabelan oleh masyarakat. Contoh lain kekerasan ancaman, penyumpahan, dan sebagainya, yang mengancam kejiwaan atau mental perempuan," tambahnya.

Baca Juga: Napoleon Beri Pesan Soal Integritas, Netizen Samakan Ferdy Sambo: Sama-Sama Jenderal Bermasalah

Adapun kekerasan yang diakibatkan hak asuh pada anak, lanjut Amir, merupakan kondisi di mana anak menjadi korban perebutan hak asuh oleh kedua orang tuanya yang mengalami permasalahan rumah tangga.

"Untuk kasus penelantaran, anak menjadi korban karena kedua orang tuanya bermasalah, misalnya bercerai," jelasnya.

Menurutnya, kemungkinan jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan lebih besar dari jumlah yang ditangani Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Paser.

"Karena tidak semua kasus kekerasan perempuan dan anak dilaporkan kepada UPTD PPA. Harapan kami masyarakat melaporkan ke UPTD PPA sehingga kami bisa mendampingi maupun memediasi,” tuturnya.

Ia menambahkan, pihaknya berupaya menurunkan kasus kekerasan pada anak dengan membentuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di setiap desa.

DP2KBP3A juga akan membentuk perlindungan untuk perempuan atau Perlindungan Perempuan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PPATBM).

Dikemukakannya, saat ini baru terbentuk 21 PATBM di 21 desa tersebar di beberapa kecamatan antara lain di Kecamatan Tanah Grogot, Pasir Belengkong, Long Ikis, Batu Engau, dan Batu Sopang.

"Kami selalu mendorong masyarakat membentuk PATBM agar kasus kekerasan anak dan perempuan bisa diselesaikan di tingkat desa, jadi tidak sampai ke ranah hukum," tandasnya.

Load More