Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 05 Februari 2023 | 16:55 WIB
Progres Pembangunan IKN/Youtube Sekretariat Kabinet

SuaraKaltim.id - Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara tidak berjalan mulus. Terutama terkait ganti rugi lahan warga yang masih ada penolakan.

Terutama di Desa Bumi Harapan Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara. Warga menolak nilai ganti rugi yang dianggap tak sesuai harapan. Yakni Rp200 ribu per meter.

Menanggapi hal itu, Plt Asisten 2 Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setdakot PPU, Nicko Herlambang menegaskan persoalan ganti rugi lahan bukanlah Pemkab PPU yang menentukan.

“Kami harus meluruskan, bahwa masalah pembebasan lahan ini diurus langsung oleh Kementerian PUPR,” kata Nicko, Sabtu 4 Februari 2023.

Baca Juga: Wakil Ketua Komisi VI DPR RI: Proyek IKN Beri Keuntungan Perseroan dan Kinerja Berkelanjutan

Adapun tahapannya yakni proses pengajuan peta lahan oleh Kementerian PUPR. Kemudian penetapan lokasi (penlok) yang ditandatangani Gubernur Kaltim. Setelah itu adalah proses sosialisasi kepada masyarakat.

“Sementara untuk harga, yang menentukan adalah tim appraisal dari pihak independen,” kata dia.

Ditambahkan Nicko, kendati demikian Pemkab PPU sudah memberikan masukan agar nilai yang ditawarkan bisa memuaskan warga. Dia pun memaklumi adanya penolakan warga.

Penolakan menurutnya dikarenakan minimnya sosialisasi dan kurang transparan dalam penetapan harga.

“Kalau sosialisasi berjalan, dialog berjalan, dan lebih transparan soal harga saya yakin warga bisa memahami,” ungkap dia.

Baca Juga: Polisi Tangkap Tiga Pencuri Komponen Alat Berat di IKN

Sosialisasi yang disebut Nicko termasuk bolehnya warga meminta ganti rugi dalam bentuk lain, misalnya lahan pengganti lain.

Persoalan lahan ini, sebut Nicko tak bisa dianggap enteng. Sebab, ada ratusan warga yang terpaksa kehilangan tempat tinggal dan lahan penghidupannya.

“Mereka ini dicabut dari akarnya, tentu saja ini bukan hal yang mudah diterima,” kata dia.

Sebelumnya warga Desa Bumi Harapan dan Pemaluan Kecamatan Sepaku sangat kecewa dengan nilai ganti rugi lahan yang ditawarkan pemerintah. Bahkan jika warga menolak justru diarahkan berproses di pengadilan.

Sejatinya warga tak menolak dengan pembangunan IKN Nusantara. Hanya saja ingin harga yang pantas dari pemerintah. Seperti yang dirasakan Sarina Natalina Gultom, warga RT 10 Desa Bumi Harapan.

Dia memiliki lahan sekitar 28 hektare yang juga masuk di kawasan KIPP IKN. Meskipun belum dilakukan negosiasi, dia sangat khawatir lahan miliknya itu akan bernasib sama dengan warga lainnya. Dihargai dengan nilai Rp200 ribu per meter.

"Warga RT 10 tidak menerima harga ganti rugi yang diluar dari yang ditentukan oleh ibu dirjen seperti yang dikatakan di podcast. Selama ini kami itu ditawarin Rp200 ribu per meter. Padahal di podcast itu nilainya 650 sampai 1 juta per meter," terang Sarina.

Menurut pengakuan Sarina, selama ini warga dikumpulkan oleh pihak pemerintah. Mulai dari ATR/BPN, kelurahan, hingga kecamatan. Mereka dikumpulkan untuk mendengarkan pemaparan terkait ganti rugi lahan. Pertemuan itu terakhir berlangsung pada akhir tahun lalu.

Dari situ satu persatu warga diberikan penjelasan terkait nilai ganti rugi lahan. Berkas itu juga berisi surat yang menyatakan bahwa warga sepakat dengan nilai yang telah ditentukan. Setiap warga berbeda-beda. Tapi dikatakan Sarinah hampir bisa dipastikan nilainya sekitar Rp200 ribu.

"Jadi kalau warga tidak mau atau keberatan akan dititipkan ke pengadilan berkas itu. Seperti dapat ancaman begitu," jelas Sarina.

Lahan milik Sarina berada di KIPP IKN Nusantara. Seluas 28 hektar dan ditumbuhi tanaman produktif. Lahan miliknya itu rencana menjadi jalan utama menuju istana kepresidenan di IKN Nusantara.

Terletak di sumbu barat KIPP IKN Nusantara. Secara dukungan, Sarina sangat mendukung pembangunan IKN Nusantara. "Hanya saja kami ini minta dihargai soal harga tanah, itu saja," ujarnya.

Warga lainnya, Edy Dalimunte sudah bernegosiasi dengan pemerintah terkait ganti rugi lahan. Desember lalu dia turut menghadiri pertemuan tersebut. Mulai dari ATR/BPN PPU, Kementerian PUPR, Kecamatan, Kelurahan hingga aparat keamanan TNI-Polri. Pada saat negosiasi warga dipanggil satu-persatu. Lahan Edy seluas 2500 meter persegi terletak di Desa Bumi Harapan. Dihargai Rp 225 ribu per meter.

"Kita dikasih amplop, disuruh tanda tangan kalau tidak, nanti uangnya dititipkan di pengadilan. Empat kali saya sudah negosiasi, jadi belum cocok. Kita merasa takut jadinya kalau uangnya dititipkan di pengadilan. Soal masalah pembayaran itu dipanggil satu-satu ke ruangan," ujarnya.

Memang dalam sosialisasi yang diterima warga sempat ada pilihan ganti rugi. Mulai dari diganti dengan lahan, bangunan, hingga uang. Tapi Edy bersama warga lainnya yang hadir saat itu sepakat dengan ganti berupa uang saja.

"Ternyata yang dibayarkan Rp225 ribu per meter. Saya minta dinaikkan, mereka bilang tidak bisa karena nanti bisa bermasalah hukum," akunya.

Ganti rugi lahan dengan nilai uang yang rendah tentu sangat berdampak bagi warga. Mengingat di lahan tersebut lah mereka menggantungkan hidupnya. Sebagian besar punya lahan kelapa sawit. Meskipun tidak begitu luas, setidaknya bisa menjadi sumber pendapatan setiap bulannya.

Kontributor : Arif Fadillah

Load More