SuaraKaltim.id - Abdoel Moeis Hassan merupakan salah satu tokoh perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang berasal dari Kalimantan Timur (Kaltim).Awalnya, ia dikenal sebagai seorang tokoh pemuda pergerakan kebangsaan di Samarinda pada masa 1940–1945.
Abdoel Moeis Hassan juga merupakan pemimpin perjuangan diplomasi politik untuk kemerdekaan Republik Indonesia di wilayah Kalimantan Timur pada masa 1945–1949. Kiprah dan perjuangannya telah ada sejak remaja, saat ia mengikuti aktivitas pergerakan kebangsaan di Samarinda.
Ia belajar masalah politik pada A.M. Sangadji hingga pada tahun 1940, ia mendirikan Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) dan menjadi ketuanya. Kemudian pergerakannya berkembang dan bersama A.M. Sangadji, ia mendirikan lembaga pendidikan bernama Balai Pengadjaran dan Pendidikan Ra'jat pada 1942.
Lalu, ia bergabung dalam Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI). Panitia itu dibentuk untuk mewujudkan Proklamasi Negara Indonesia di Samarinda pada 1945. Abdoel Moeis Hassan juga berperan dalam mendirikan Ikatan Nasional Indonesia (INI) Cabang Samarinda yang bertujuan menentang pendudukan Belanda di Samarinda setahun setelahnya.
Lalu di 1947 Abdoel Moeis Hassan menjadi ketua Front Nasional sebagai koalisi organisasi yang mendukung RI dan menentang federasi yang dibentuk Belanda. Pada akhir 1949, bersama Front Nasional, Abdoel Moeis menuntut kepada pemerintah lokal untuk keluar dari Republik Indonesia Serikat (RIS) dan bergabung dengan RI-Yogya.
Tuntutannya akhirnya tercapai dengan berintegrasinya Keresidenan Kaltim ke wilayah RI pada tanggal 10 April 1950. Setelahnya ia ikut mengadakan Kongres Rakyat Kaltim pada 1954 untuk menuntut pembentukan Provinsi Kalimantan Timur supaya pembangunan dapat meningkat.
Di 1956, tuntutan tersebut dipenuhi dan 9 Januari 1957 Kaltim resmi berdiri sebagai provinsi. Kemudian pada 1960, ia menjadi Ketua Komisi Gabungan di DPR Gotong Royong yang bertugas menyelesaikan RUU Pokok Pemerintahan Daerah dan RUU Pokok Agraria.
Saat 1962, Abdoel Moeis Hassan resmi menjadi Gubernur Kaltim kedua. Perjuangannya untuk Kaltim pada tahun 1964 cukup berpengaruh yakni ia mencegah usaha pembakaran keraton Kutai oleh massa dan tentara suruhan Panglima Kodam IX Mulawarman.
Kemudian di 1966, ia berhenti sebagai Gubernur dan menjadi pegawai di Departemen Dalam Negeri di Jakarta. Lalu, 1968 hingga 1970, ia kembali menjadi anggota DPR RI mewakili PNI.
Baca Juga: Bank Indonesia Kaltim Siapkan Rp 3,3 Triliun untuk Nataru
Tahun 1976, ia pensiun dari PNS dan berkiprah di bidang sosial kemasyarakatan serta menulis artikel dan buku hingga 2004 dan meninggal dunia pada 2005 dalam usia 81 tahun.
Kontributor: Maliana
Berita Terkait
Terpopuler
- Lagi Jadi Omongan, Berapa Penghasilan Edi Sound Si Penemu Sound Horeg?
- 5 Pemain Timnas Indonesia yang Bakal Tampil di Kasta Tertinggi Eropa Musim 2025/2026
- Kisah Pilu Dokter THT Lulusan UI dan Singapura Tinggal di Kolong Jembatan Demak
- Brandon Scheunemann Jadi Pemain Paling Unik di Timnas Indonesia U-23, Masa Depan Timnas Senior
- Orang Aceh Ada di Logo Kota Salem, Gubernur Aceh Kirim Surat ke Amerika Serikat
Pilihan
-
Siapa Ratu Tisha? Didorong Jadi Ketum PSSI Pasca Kegagalan Timnas U-23
-
6 Rekomendasi HP dengan Kamera Canggih untuk Konten Kreator 2025
-
4 Rekomendasi HP Murah Vivo Memori Besar, Harga Terjangkau Sudah Spek Dewa
-
GIIAS 2025 Ramai Pengunjung, Tapi Bosnya Khawatir Ada "Rojali" dan "Rohana"
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Xiaomi dengan Chipset Gahar dan Memori Besar
Terkini
-
IKN Dibuka Lebar untuk Dunia: Basuki Tegaskan Komitmen Investasi Sehat dan Berkelanjutan
-
BMKG Ingatkan Kaltim: Kemarau Basah Bisa Picu Karhutla dan Krisis Air
-
Seno Aji Tegaskan FKDM sebagai Mitra Strategis Jaga Keamanan Wilayah
-
Revisi UU IKN Mengemuka, DPRD Kaltim: Jangan Gegabah Ubah Aturan!
-
Ketika Elpiji Harus Diantar dengan Ketinting: Cerita Distribusi Energi di Mahulu