SuaraKaltim.id - Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman, Hairul Anwar menyoroti rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal 2025 nanti.
Menurutnya, kebijakan ini perlu diikuti dengan kejelasan tujuan dan strategi agar tidak merugikan masyarakat maupun pelaku usaha. Hal itu disampaikan Hairul pada Senin (09/12/2024).
"Yang perlu dijelaskan terlebih dahulu adalah barang apa saja yang akan terkena kenaikan PPN ini. Kalau diterapkan untuk semua barang, pasti akan bermasalah, terutama pada daya beli masyarakat," ujar Hairul dikutip dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Selasa (10/12/2024).
Maka dari itu, pembagian barang menjadi kategori murah, normal, dan mewah harus jelas. Misalnya, bahan pokok, pendidikan, dan kesehatan umumnya bebas PPN.
Baca Juga: Ekonomi Kaltim Tumbuh Stabil 5,52 Persen YoY, Sektor Listrik dan Gas Melonjak 18,74 Persen
"Tapi jangan lupa, banyak alat kesehatan yang tergolong barang mewah karena harganya mahal. Itu perlu dikaji lagi," jelasnya.
Ia juga menekankan, kenaikan PPN seharusnya tidak hanya dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan negara.
"Jika tujuannya hanya mengejar pendapatan, dampaknya pada konsumsi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi bisa negatif. Konsumsi turun, investasi juga akan ikut turun," katanya.
Hairul menyarankan agar kenaikan ini difokuskan pada barang impor dan barang mewah untuk melindungi produk lokal.
"Kalau kenaikan PPN membuat barang impor lebih mahal, itu bisa jadi peluang bagi barang lokal untuk lebih kompetitif di pasar domestik. Ini akan menguntungkan perekonomian kita," tambahnya.
Baca Juga: Festival IKN di Semarang: Ajang Unjuk Gigi Ekonomi Kreatif Kaltim
Namun, Hairul mengingatkan kebijakan ini perlu dirancang secara hati-hati agar barang-barang tertentu terutama yang digunakan dalam proses produksi, seharusnya tidak dikenakan PPN tinggi.
"Kalau barang yang digunakan dalam proses produksi dikenakan PPN lebih tinggi, biaya produksi otomatis naik. Ujung-ujungnya, konsumen juga yang harus menanggung harga lebih mahal," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah perlu melakukan transparansi terkait daftar barang yang akan dikenakan pajak lebih tinggi dan segera merilis barang-barang yang akan dikenakan PPN.
"Barang mewah seperti mobil atau perhiasan memang wajar dikenakan PPN lebih besar. Tapi bagaimana dengan alat kesehatan yang harganya mahal? Kategorinya harus jelas," tegasnya.
Pemerintah juga perlu memanfaatkan kebijakan ini sebagai strategi menghadapi persaingan global, jadi tidak hanya sekedar untuk mengejar pendapatan negara. Contohnya dengan perang dagang yang semakin agresif, terutama dari Cina.
"Tapi juga untuk melindungi pasar lokal dan mendorong produksi dalam negeri," cakap Hairul.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- Cerita Pemain Keturunan Indonesia Tristan Gooijer Tiba di Bali: Saya Gak Ngapa-ngapain
- Review dan Harga Skincare GEUT Milik Dokter Tompi: Sunscreen, Moisturizer, dan Serum
- 5 Motor Matic Bekas Murah: Tampang ala Vespa, Harga Mulai Rp3 Jutaan
- Bareskrim Nyatakan Ijazah S1 UGM Jokowi Asli, Bernomor 1120 dengan NIM 1681/KT
- Harley-Davidson Siapkan Motor yang Lebih Murah dari Nmax
Pilihan
-
Shayne Pattynama Tulis Prediksi Skor Timnas Lawan China di Sandal
-
7 Rekomendasi HP Kamera 108 MP Terbaik 2025: Layar AMOLED, Harga Rp2 Jutaan
-
Manchester United Hancur Lebur: Gagal Total, Kehabisan Uang, Pemain Buangan Bersinar
-
Srikandi di Bali Melesat Menuju Generasi Next Level Dengan IM3 Platinum
-
30 Juta Euro yang Bikin MU Nyesel! Scott McTominay Kini Legenda Napoli
Terkini
-
Tambahan Malam Minggu, Cek 4 Link DANA Kaget buat Traktir Teman-teman
-
TKA Mulai Diterapkan November 2025, Sasar Evaluasi Individu Siswa
-
54 Persen Lebih! Proyek Gedung PUPR IKN Bukti Komitmen PTPP
-
Penerimaan Pajak Kaltimtara Capai Rp 5,8 Triliun, Tapi Terkoreksi 24 Persen
-
BBM Langka, SPBU Kurang: Balikpapan di Tengah Krisis Energi Perkotaan