Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Rabu, 02 Juli 2025 | 17:13 WIB
Ilustrasi kebakaran. [Ist]

SuaraKaltim.id - Lonjakan kasus kebakaran permukiman di Kabupaten Kutai Barat (Kubar), menjadi perhatian serius pemerintah daerah.

Dalam kurun Januari hingga Juni 2025, tercatat 16 kejadian kebakaran yang menyebar di berbagai kecamatan, menyebabkan kerugian besar dan ratusan warga kehilangan tempat tinggal.

“Sepanjang 2025 dari Januari hingga akhir Juni terjadi 16 kali kebakaran pemukiman penduduk di 16 lokasi yang tersebar di Kutai Barat, sehingga membuat kerugian material mencapai miliaran rupiah,” ujar Wakil Bupati Kutai Barat, Nanang Adriani, di Sendawar, Rabu, 2 Juli 2025, disadur dari ANTARA.

Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kubar, kebakaran melanda delapan kecamatan dengan dampak yang signifikan.

Baca Juga: Rekomendasi Diabaikan, Kebakaran Big Mall Jadi Bukti Kegagalan Manajemen

Sebanyak 94 bangunan, tiga sepeda motor, dan 388 jiwa dari 125 Kepala Keluarga (KK) terdampak, sebagian besar kehilangan tempat tinggal.

Peristiwa tersebar di sejumlah kampung dan kelurahan, termasuk Kampung Linggang Amer dan Linggang Mapan di Linggang Bigung, serta empat titik di Kelurahan Melak Ilir dan satu di Melak Ulu.

Di Kecamatan Damai, api melanda Kampung Sempant, Jengan Danum, Besiq, dan Kampung Benung.

Sementara lokasi lain mencakup Kampung Linggang Tering Seberang (Tering), Pentat (Jempang), Sumber Sari (Barong Tongkok), Merayaq (Mook Manaar Bulatn), dan Long Iram Kota (Long Iram).

Melihat situasi tersebut, Pemkab Kutai Barat menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk lebih sigap terhadap potensi kebakaran, terutama yang dipicu korsleting listrik atau kelalaian di lingkungan rumah.

Baca Juga: Hotel Sekitar Big Mall Samarinda Pastikan Tak Ada Korban dalam Insiden Kebakaran

“Saya harap tidak ada lagi kebakaran di Kutai Barat, maka masyarakat harus lebih waspada dan peduli, kemudian saling mengingatkan tentang bahaya api," kata Nanang.

Tak hanya kepada warga, ia juga meminta peran aktif camat, lurah, dan kepala kampung untuk terus menyampaikan imbauan pencegahan.

Media komunikasi seperti rumah ibadah, pertemuan warga, hingga acara kampung diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sarana edukasi.

Ia juga mengimbau kepada semua camat, lurah, dan kepala kampung se-Kabupaten Kubar untuk selalu mengingatkan warganya soal waspada kebakaran, baik imbauan yang disampaikan melalui rumah ibadah, kegiatan tertentu, maupun saat digelar acara di kampung-kampung.

Menurutnya, mencegah lebih baik daripada menyesal saat api sudah melahap tempat tinggal. Langkah kecil seperti memeriksa kabel listrik dan tidak lalai saat memasak bisa menyelamatkan banyak jiwa dari musibah besar.

Tak Ingin Terjebak Siklus Banjir, Mahulu Butuh Pos Pemantau Cuaca

Ancaman banjir tahunan di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) kini menjadi fokus kajian ilmiah Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kalimantan Timur (Kaltim).

Lewat pendekatan berbasis data geospasial, Brida mengusulkan solusi konkret untuk memperkuat sistem mitigasi bencana di kawasan hulu tersebut.

Hal itu disampaikan Kepala Brida Kaltim, Fitriansyah, dalam keterangannya di Samarinda, Selasa, 1 Juli 2025.

"Riset dilakukan karena banjir di Kabupaten Mahulu selalu berulang hampir tiap tahun. Riset yang kami lakukan ini berjudul Sistem Informasi Geospasial Banjir di Kabupaten Mahakam Ulu," jelas Fitriansyah, disadur dari ANTARA, di hari yang sama.

Menurutnya, riset ini bertujuan tidak hanya untuk memahami pola banjir, tetapi juga mendorong lahirnya sistem deteksi dini berbasis pemantauan cuaca.

Salah satu rekomendasi kunci adalah pembangunan empat pos hujan di titik-titik strategis, yakni Kecamatan Long Apari, Long Pahangai, Long Bagun, dan Sungai Boh.

“Pos hujan perlu dibangun karena banjir di Mahulu disebabkan oleh hujan, sehingga keberadaan pos akan mampu memantau curah hujan dan melakukan peringatan dini agar warga di kawasan hilir sungai bisa siaga,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa pendekatan pengelolaan banjir harus dilakukan secara menyeluruh—bukan hanya saat bencana terjadi, tapi juga melalui persiapan pra-bencana dan pemulihan pasca-kejadian.

Prinsip pengurangan risiko bencana menjadi landasan utama, bukan sekadar respons darurat.

“Pendekatan penanggulangan banjir mengacu pada pengurangan risiko bencana, bukan lagi tanggap darurat, kemudian memahami pola banjir untuk mengurangi risiko, hingga penanggulangan secara kolaboratif,” kata Fitriansyah.

Selain deteksi dini, riset ini mendorong peningkatan kesadaran publik terhadap pentingnya data tinggi muka air, komitmen pengelolaan daerah tangkapan air, serta pengembangan jaringan pos pemantauan.

Riset yang dilakukan pada 2024 ini juga mencatat kronologi banjir besar di Mahulu yang terjadi medio Mei.

Air bah mulai menggenangi Long Apari dan Long Pahangai pada 13–14 Mei, lalu bergerak ke hilir hingga merendam permukiman warga di Long Bagun, Laham, dan Long Hubung pada 15 Mei, dengan ketinggian air mencapai tiga meter.

Secara keseluruhan, banjir tersebut memengaruhi 37 dari total 50 kampung yang ada di Mahulu.

Rinciannya, enam kampung terdampak di Long Apari, 10 kampung di Long Pahangai, 13 kampung di Long Bagun, dan delapan kampung di Long Hubung.

Load More