Denada S Putri
Sabtu, 19 Juli 2025 | 18:16 WIB
Ilustrasi ekonomi tambang melemah. [Ist]

SuaraKaltim.id - Ketergantungan Kalimantan Timur (Kaltim) pada sektor tambang, terutama batu bara, kian menghadapi tantangan besar di tengah tren global penurunan energi fosil.

Meski demikian, kontribusi sektor pariwisata daerah ini terhadap ekonomi belum juga menunjukkan lompatan signifikan.

Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kaltim, kontribusi sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baru mencapai 1,74 persen pada 2023, hanya sedikit naik dari tahun sebelumnya yang berada di angka 1,61 persen.

Padahal, ekowisata dinilai sebagai peluang strategis untuk mempercepat transformasi ekonomi daerah menuju arah yang lebih berkelanjutan dan rendah karbon.

Hal ini sejalan dengan berkurangnya kontribusi sektor tambang yang pada 2024 tercatat 38,38 persen, turun dari 43,19 persen di 2023.

Merespons hal tersebut, Yayasan Mitra Hijau (YMH) menggelar Focus Group Discussion bertema “Membangun Ekowisata Berkelanjutan untuk Menurunkan Emisi dan Jejak Karbon di Kalimantan Timur”, pada 17 Juli 2025 di Samarinda.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Just Energy Transition (IKI-JET) yang didukung pemerintah Jerman dan Uni Eropa.

“Banyak daerah kaya sumber daya alam justru gagal membangun ekonomi alternatif. Ini bisa berujung pada eksploitasi berlebihan atau kondisi Dutch Disease,” ujar Dicky Edwin Hiendarto, Ketua Dewan Pembina YMH, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Sabtu, 19 Juli 2025.

Kritik terhadap pola ekonomi Kaltim juga datang dari kalangan akademisi.

Baca Juga: Dari Ribuan Jadi Ratusan: Tren Positif Malaria di Kaltim Terus Berlanjut

Fajar Alam, dosen Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT), menilai pendekatan pembangunan yang hanya mengejar hasil alam tanpa pengolahan berdampak negatif terhadap lingkungan.

“Model ekonomi kita masih food gathering. Jejak karbonnya tinggi dan tidak ramah keberlanjutan. Ekowisata bisa jadi solusi karena menggabungkan ekonomi, edukasi, dan konservasi,” paparnya.

Praktik ekowisata berbasis komunitas sudah mulai bermunculan.

Di Desa Sangkuliman, Kutai Kartanegara, kelompok sadar wisata Berani Menata Tertata (BMT) telah memulai langkah nyata.

Ketua Pokdarwis BMT, Rozali, menyebut selain menawarkan wisata melihat Pesut Mahakam, mereka juga menerapkan prinsip pelestarian lingkungan, seperti mendaur ulang botol plastik untuk pagar keramba dan melakukan pendataan pohon desa.

Meski begitu, keterbatasan infrastruktur dasar seperti energi masih menjadi kendala.

Load More