SuaraKaltim.id - Etika komunikasi pejabat dan staf pemerintahan kembali menjadi sorotan setelah insiden yang dialami jurnalis saat peliputan resmi di Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Senin, 21 Juli 2025.
Seorang asisten pribadi (Aspri) Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud, diduga melakukan pendekatan intimidatif terhadap wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistik.
Kejadian berlangsung setelah seremoni penandatanganan nota kesepahaman antara Pemprov Kaltim dengan dua lembaga konservasi, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Yayasan Laut Biru Kepulauan Derawan (YLBKD), yang digelar di Ruang Ruhui Rahayu untuk masa kerja sama 2025–2030.
Usai kegiatan, sejumlah jurnalis mengajukan pertanyaan doorstop kepada Gubernur Rudy Mas’ud, termasuk soal absennya kepala daerah dalam rapat paripurna DPRD Kaltim yang berlangsung di hari yang sama.
Namun, wawancara tersebut mendadak terganggu ketika seorang ajudan perempuan menghampiri wartawan dan meminta penghentian sesi tanya jawab.
“Sudah selesai, sudah selesai,” ujar ajudan tersebut sambil menyampaikan peringatan bernada tinggi, “Tandai, tandai,” yang diarahkan kepada wartawan yang bertanya.
Meski sempat ditekan secara verbal, Gubernur Rudy Mas’ud tetap memilih menjawab pertanyaan yang diajukan.
Namun ketegangan berlanjut ketika dua asisten pribadi—pria dan wanita—mendatangi wartawan setelah wawancara selesai, menanyakan nama dan asal medianya.
Wartawan yang bersangkutan menyampaikan bahwa pertanyaan yang diajukan relevan dengan kepentingan publik dan bagian dari tugas jurnalistik, tanpa muatan personal.
Baca Juga: Kaltim Paru-Paru Dunia, Tambang Harus Ikut Menjaga
Ajudan perempuan kemudian pergi, sedangkan ajudan laki-laki sempat menawarkan jabat tangan.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kaltim, Abdurrahman Amin, menyayangkan tindakan tersebut dan menegaskan bahwa intimidasi dalam bentuk apa pun terhadap wartawan tidak dapat dibenarkan.
“Kalau pertanyaannya menyangkut tugas dan kewenangan publik, tidak ada alasan untuk dihalangi. Kalau pun tidak ingin menjawab, lebih baik sampaikan secara elegan, bukan dengan intimidasi,” kata Abdurrahman.
Ia juga mengingatkan bahwa pejabat publik semestinya membangun pola komunikasi yang sehat dengan media sebagai mitra dalam menyampaikan informasi ke masyarakat.
“Gubernur sebaiknya membangun komunikasi yang sehat dengan media, bukan malah menjauh. Wartawan bekerja berdasarkan etika,” tegasnya.
Insiden ini memperlihatkan pentingnya edukasi etika komunikasi bagi staf pejabat publik, terutama dalam ruang-ruang demokrasi seperti wawancara pers yang menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas 30 Jutaan untuk Harian, Cocok buat Mahasiswa dan Keluarga Baru
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- Suzuki Ignis Berapa cc? Harga Bekas Makin Cucok, Intip Spesifikasi dan Pajak Tahunannya
- 5 HP RAM 8 GB Paling Murah Cocok untuk Gamer dan Multitasking Berat
Pilihan
-
Indonesia Ngebut Kejar Tarif Nol Persen dari AS, Bidik Kelapa Sawit Hingga Karet!
-
Prabowo Turun Gunung Bereskan Polemik Utang Whoosh
-
Jokowi Klaim Proyek Whoosh Investasi Sosial, Tapi Dinikmati Kelas Atas
-
Barcelona Bakal Kirim Orang Pantau Laga Timnas Indonesia di Piala Dunia U-172025
-
Menkeu Purbaya Pamer Topi '8%' Sambil Lempar Bola Panas: Target Presiden, Bukan Saya!
Terkini
-
CEK FAKTA: Benarkah Ada Pendaftaran Program Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Rp 20 Triliun?
-
CEK FAKTA: Benarkah Luhut Ditetapkan Jaksa Agung sebagai Tersangka Korupsi Lahan?
-
CEK FAKTA: Klaim Wamenag Muhammad Syafii Setujui Hukuman Mati Koruptor
-
CEK FAKTA: Unggahan Soal PSI Usulkan Gibran dan Jokowi di Pilpres 2029
-
Rencana Pengerukan Mahakam Picu Perdebatan: Solusi Banjir atau Pemborosan Anggaran?