SuaraKaltim.id - Sidang Paripurna yang digelar pada Senin 5 Oktober 2020 lalu menyita perhatian.
Pasalnya, dalam sidang terjadi pembahasan alot terkait pengesahan Rencana Undang-Undang Cipta Kerja yang kini telah disahkan menjadi undang-undang.
Diketahui, dalam Rapat kerja DPR bersama pemerintah dan DPD sebelumnya, tujuh fraksi partai menyatakan sepakat RUU Cipta Kerja disahkan menjadi undang-undang.
Ketujuh partai tersebut yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Baca Juga:PDIP Bela Puan soal Mik Mati, Jansen: Apa Perlu Rekonstruksi Ulang?
Sementara itu, dua fraksi yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat menyatakan untuk menolak RUU Cipta Kerja.
Legislator dari Fraksi Demokrat, Irwan Fecho sempat mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Mikrofonnya dimatikan saat dia sedang menyampaikan aspirasinya.
Hal itu menjadi sorotan di Indonesia. Tidak terkecuali masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim), tentunya sangat kecewa dengan sikap Puan Maharani. Lantaran Irwan adalah politikus pilihan Rakyat Kaltim.
“Sikap ketua DPR RI mematikan mikrofon disaat salah satu anggota dewan menyampaikan pendapat adalah pembungkaman demokrasi, forum itu resmi sehingga aspirasi baik dari anggota maupun fraksi mestinya dirembugkan,” kata Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) Kaltim, Uding Ryzki di Balikpapan (7/10/2020).
Baca Juga:Diserang Bertubi-tubi, Ruhut Besarkan Hati Puan Maharani: Maju Terus
Dijelaskan dia, rapat paripurna merupakan rapat kehormatan yang dimaksudkan untuk mencari kesepakatakan hajat hidup orang banyak.
Udin menilai, cara Puan mematikan mikrofon tidak mencerminkan sikap demokrasi.
“Rapat itu bicara tentang RUU yang mengatur hajat hidup rakyat. Cara-cara seperti itu bukan ciri berdemokrasi ala pancasila,” sebutnya.
Udin menyesalkan masih ada wakil rakyat yang bisa bersikap semaunya.
“Tentu sangat disesalkan tindakan ketua DPR RI yang tidak memberikan kesempatan bagi wakil rakyat. Patut kita curigai bahwa mayoritas anggota dewan tutup telinga atas kritikan publik yang menolak omnibuslaw,” sebutnya.
Senada, Koordinator Pokja 30 di Samarinda, Buyung Marajo menyebut, sikap Puan bukan tindakan yang baik.
“Tindakan itu tidak etis. Peserta sedang memberikan aspirasi, Ketua DPR RI selayaknya tidak melakukan itu,” katanya.
Menurut Buyung, mematikan mikrofon sama halnya dengan mematikan demokrasi. Padahal, kata dia, Puan berasal dari partai yang menjunjung tinggi asas demokrasi.
“Ketua DPR RI berasal dari partai yang menjunjung tinggi demokrasi, tapi dia bertolak belakang. Seharusnya dia punya kepekaan terhadap rakyatnya,” ujarnya.
Sebab, kata Buyung, UU Cipta Kerja adalah melegalkan investasi besar-besaran yang menekan rakyat kecil.
“Presiden harus mempunyai kepekaan, ada penolakan tentang omnibuslaw. Tapi RUU itu malah diketok menjadi UU oleh budak-budak investor. Tentunya investor bersorak gembira,” ungkapnya.