SuaraKaltim.id - Tingkat perceraian di Kalimantan Timur (Kaltim) meningkat dari tahun 2018 ke tahun 2019.
Jika di tahun 2018 berjumlah 2.249 kasus, maka di tahun 2019 melonjak menjadi 7.803 kasus.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A), Halda Arsyat.
Menurutnya, DKP3A sedang berupaya mencegah peningkatan kasus perceraian seperti yang terjadi pada 2019.
Baca Juga:Suku Dayak Wehea, Masyarakat Adat yang Menyatu dengan Alam
"Tahun 2018 perceraian di Kaltim tercatat 2.249 kasus, kemudian tahun 2019 lebih banyak lagi hingga mencapai 7.803 kasus," ujar Kepala Dinas DKP3A Provinsi Kaltim Halda Arsyad di Samarinda, Kamis (22/10/2020).
Ia menyebutkan dari 7.803 kasus perceraian yang tersebar pada 10 kabupaten/kota di Kaltim, Kota Samarinda menempati urutan tertinggi dengan jumlah 2.665 kasus perceraian.
Sebanyak 2.665 kasus itu, lanjutnya, sebanyak 70 persen merupakan kasus gugat cerai yang dilakukan oleh istri, sementara sisanya yang 30 persen merupakan talak cerai dari suami.
Sementara kasus perceraian ini kebanyakan dilakukan mereka yang usianya di kisaran 40 tahun ke bawah.
Dengan demikian, pihaknya berupaya mencari solusi agar kasus serupa tidak terjadi, minimal dapat ditekan, maka salah satu yang dilakukan adalah dengan advokasi atau konseling bagi calon pengantin.
Baca Juga:IG Nita Thalia Mendadak Hilang, Begini Komentar Pihak Suami
Menurutnya, ketika pasangan sepakat hidup dalam satu rumah dalam tali pernikahan, maka pasangan harus saling memiliki kesabaran.
“Sebaiknya pasangan terbuka dalam berbagai hal, sebelum memutuskan menikah. Baik hidup sederhana, gotong royong dalam rumah tangga, komunikasi antaranggota keluarga, dan komitmen suami istri untuk mencapai ketahanan berumah tangga,” sebutnya.
Pernikahan, lanjutnya, merupakan ikatan lahir batin dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia. Pernikahan bukan hanya tentang menyatukan dua hati, namun hal yang terpenting adalah tujuan dari pernikahan itu sendiri.
Suami-istri perlu saling membantu dan melengkapi agar saling mengerti untuk mencapai kebahagiaan yang diinginkan, sehingga setiap ada masalah harus dikomunikasikan secara terbuka agar dapat diselesaikan bersama.
"Tujuan pernikahan yang ideal memang tidak mudah dicapai karena akan banyak permasalahan dalam perjalanannya, sehingga hal ini menuntut setiap pasangan lebih arif menyikapinya, kemudian tidak saling menyalahkan, namun harus menyikapi dan mencari solusi atas apa yang terjadi,"pungkasnya.