Hadiri Webinar Wartawan, Mahfud MD Sebut Pasal Karet UU ITE Bisa Direvisi

Jika ada pasal karet dalam UU ITE, kata Mahfud, dapat direvisi. Apakah dengan mencabut atau menambah norma baru.

Sapri Maulana
Jum'at, 26 Februari 2021 | 15:33 WIB
Hadiri Webinar Wartawan, Mahfud MD Sebut Pasal Karet UU ITE Bisa Direvisi
Menkopolhukam Mahfud MD, saat menjadi pembicara pada webinar Persatuan Wartawan Indonesia, bahas UU ITE. [Dok.Menkopolhukam]

SuaraKaltim.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menghadiri webinar gelaran Persatuan  Wartawan Indonesia (PWI) bertajuk "Menyikapi Perubahan Undang-undang Infomatika dan Teknologi (UU ITE).

Pada webinar tersebut, Mahfud MD menilai, hampir 12 tahun berlaku, memang harus dilakukan revisi.

Dia menjelaskan, bahwa hukum adalah produk resultante, dari perkembangan situasi politik, sosial ekonomi hingga hukum. Oleh karena itu jangan alergi terhadap perubahan, karena hukum bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakatnya.

"Jadi, jangan alergi terhadap perubahan itu. Karena di dalam ilmu hukum selalu diajarkan perubahan yang disesuaikan. Tidak ada hukum yang berlaku abadi. Yang penting masyarakat berubah," kata Mahfud, Kamis (25/2/2021), dilansir dari Timesindonesia.co.id, jaringan Suara.com.

Baca Juga:Komisi III DPR: Revisi UU ITE Harus Dibarengi Political Will Pemerintah

Jika ada pasal karet dalam UU ITE, kata Mahfud, dapat direvisi. Revisi itu dengan mencabut atau menambahkan kalimat, atau menambah penjelasan di dalam undang-undang itu.

Hukum, kata Mahfud berubah jika alasannya berubah, sesuai dengan pilahnya. Dia meminta untuk tidak  takut merubah hukum. Sebab, lanjutnya, sejak dahulu, hukum itu selalu bisa diubah sesuai perubahan zaman.

“Kita punya kebutuhan hukum sendiri, hukum bisa berubah dengan waktu, tempat. Untuk itulah pemerintah, menyambut baik webinar yang diadakan PWI ini," kata Mahfud.

Pakar hukum Abdul Fikar Hadjar menilai, permasalahan di UU ITE yang timbul hampir sebagian besar antara orang per-orang.

Menurutnya, harusnya bisa dilarikan ke urusan perdata. Dia menilai, harus ada sikap jelas dari penegak hukum, tidak semua laporan diterima, saringannya adalah pendapat.

Baca Juga:Pelapor dan Terlapor UU ITE Beri Masukan untuk Tim Kajian Pemerintah

"Kualifikasi ujaran mana yang termasuk kritik, pencemaran nama baik. Di luar itu, tidak masuk kualifikasi. Butuh penjelasan, bisa dibedakan mana politik mana pidana," tutur Abdul Fikar Hadjar, dilansir dari Timesindonesia.co.id.

Saat ini, kata Abdul Fickar Hadjar aparat penegak ketat dalam menerima laporan, atas inspirasi dan niat presiden.

Dia juga sepakat  jika pasal 27 dan 28 direvisi, karena tidak semua ujaran dianggap pencemaran. Sebab yang ditakutkan adalah ancaman hukumannya.

"Lebih dari lima tahun, bisa ditangkap, itu yang menakutkan. Namun jika di KUHAP kurang dari lima tahun ancaman hukumannya tidak bisa ditahan," ungkapnya.

Wakil Ketua DPR RI, Aziz Samsudin mengatakan pasal-pasal yang berkatian dengan UU ITE antara lain pasal 27, 28, 36 dan 40  menjadi perhatian  semua masyarakat dan penegak hukum, bagaimana UU ITE menyikapi.

"Kami di parlemen menunggu dari kesepakatan partai untuk membahas dan menyikapi hal ini, untuk disetujui bersama pemerintah,” kata Aziz.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak