SuaraKaltim.id - Kasus tindakan pencabulan terhadap anak di bawah umur kembali terjadi, mirisnya kali ini sang pelaku adalah siswa yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Aksi cabul tersebut terjadi di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada beberapa waktu lalu dan kekinian sudah dilaporkan ke polres setempat.
Hal tersebut dibenarkan Kasat Reskrim Polres Ngada Iptu Ray Artika yang juga menyebutkan, jika kasus tersebut sudah ditangani berdasarkan laporan polisi nomor LP 65/V/2021/ NTT/Res Ngada tertanggal 6 Juni 2021.
Lebih lanjut, dia menceritakan kronologis tindakan asusila yang mengejutkan semua pihak tersebut.
Baca Juga:Motor Mogok, Janda di Nagan Raya Diperkosa Tiga Pria
“Awalnya korban YML bersama kakaknya DG (8) bermain di rumah korban. Selanjutnya, datang pelaku MVL mengajak korban bermain. Korban dan pelaku kemudian ke kebun milik Sabrina di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada,” ujarnya seperti dilansir Digtara.com-jaringan Suara.com pada Kamis (10/6/2021).
Selain MVL, juga ada temannya yang ikut bermain berinisial SN (12). Ketika sampai di kebun, SN tiba-tiba menurunkan celana korban, namun menaikkannya kembali karena takut.
Tak lama, SN meminta MVL melanjutkan aksinya itu. Kemudian mereka berdua membaringkan korban, MVL pun membuka celana korban sambil menindih tubuh korban dan mencabulinya.
Saat kejadian itu, MVL masih memakai celananya. Melihat aksi MVL ini, SN pun terpancing ingin gantian menindih tubuh korban. Namun aksi SN dilihat kakak korban DG, yang langsung meminta korban mengenakan celananya.
Akhirnya, pelaku, korban, kakak korban dan SN pun pulang ke rumah dan enggan menceritakan peristiwa itu kepada orang tuanya. Tetapi tidak sengaja, kakak korban DG menceritakan peristiwa itu kepada nenek mereka. Akhirnya, kasus tersebut dilaporkan ke SPKT Polres Ngada.
Baca Juga:Ngajak Ngamar, Oknum Pegawai BPN Cabuli Bocah Lelaki di Bawah Umur
“Kami memeriksa saksi-saksi, korban dan pelaku,” ucapnya.
Akibat perbuatan itu, pelaku dijerat pasal 76 e jo pasal 82 ayat (1) undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan kedua undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang RI nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang.
Namun persoalan ini diselesaikan melalui jalan musyawarah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh penyidik, pekerja sosial (peksos) dan pembimbing kemasyarakatan (bapas) sebagaimana Pasal 21 ayat 1 Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak.
“Dalam hal anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, peksos, dan Pembimbing kemasyarakatan mengambil keputusan untuk menyerahkannya kepada orang tua atau wali,” katanya.
Penyelesaian juga mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS yang menangani bidang kesejahteraan sosial baik di tingkat pusat maupun daerah paling lama enam bulan.
Hasil musyawarah tersebut pun sudah diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Bajawa, Kabupaten Ngada dan ditetapkan pengadilan dalam nomor 1/Pen.Anak/2021/PN Bajawa.