Akan hal tersebut, PT SAK dikatakannya lagi akan terancam rugi besar dan negara turut berpotensi kehilangan penerimaan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan dari PT SAK kurang lebih Rp 200 miliar, yakni tidak menerima Dana Reboisasi (DR) dan Pungutan Sumber Daya Hutan (PSDH) dari 500.000 m3 kayu yang dikalikan Rp 400.000/m3 tersebut.
"PT SAK terancam rugi besar sebab, sudah dua tahun lebih tidak bisa mengeluarkan kayunya dari hutan, kemudian sejak setahun lalu sudah mulai memberhentikan 75 persen pekerjanya, karena tak mempunyai dana lagi menggaji pekerja," paparnya.
Terpisah, Kepala Kantor KSOP Kelas II Samarinda, Mukhlis Tohepaly menuturkan, bahwa pembahasan masalah ini sudah diambil alih oleh DPRD Kaltim.
"Kalau (DPRD) bilang oke, ya oke. Nah, kami (KSOP) sudah menjawab di sana (di RDP). Bagaimana mau diproses kalau tanah itu dua pihak masih mengakui mempunyai hak yang sama di atas satu objek (lahan). Itu saja, jangan tanya-tanya itu lagi," tuturnya.
Baca Juga:Pandemi Tak Selalu Merugi, 10 Perusahaan dengan Pertumbuhan Karyawan Tertinggi
Ia menegaskan, jika persoalan tumpang-tindih lahan tidak bisa selesai, maka rekomendasi KSOP Kelas II Samarinda terkait Keselamatan Pelayaran Pemanfaatan Garis Pantai untuk selanjutnya diurus PT SAK ke Kementerian Perhubungan di Jakarta tak bisa dikeluarkan.
"Begini, mereka (PT Sendawar) sudah datang berkali-kali di kantor, diberitahukan berkali-kali, kalau tidak selesai itu ya tidak bisa kami proses. Sudah ya, cukup," pungkasnya.