Pernikahan Usia Anak Marak di Kaltim, Peran Orangtua Disebut Penting, Noryani Sorayalita: Jadi Tantangan

"Pernikahan usia anak di Kaltim dalam beberapa tahun terakhir cukup marak dan fluktuatif," ujarnya.

Denada S Putri
Kamis, 03 Maret 2022 | 12:53 WIB
Pernikahan Usia Anak Marak di Kaltim, Peran Orangtua Disebut Penting, Noryani Sorayalita: Jadi Tantangan
Ilustrasi pernikahan usia anak. [Istimewa]

SuaraKaltim.id - Pernikahan usia anak di Kaltim dalam beberapa tahun terakhir masih marak. Dari 953 anak pada 2018, menjadi 1.089 anak pada 2021 yang menikah di usia terbilang muda.

Dinas terkait pun berupaya menekan angkanya melalui peran orang tua. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita.

"Pernikahan usia anak di Kaltim dalam beberapa tahun terakhir cukup marak dan fluktuatif," ujarnya melansir dari ANTARA, Kamis (3/3/2022).

Dia merinci, pada 2018 angka pernikahan usia anak di Kaltim sebanyak 953 anak. Di 2019 turun menjadi 845 anak. Kemudian, pada 2020 meningkat kembali menjadi sebanyak 1.159 anak, dan di 2021 turun lagi menjadi 1.089 anak.

Baca Juga:Enam Orang Meninggal Akibat Covid-19 di Kaltim, 1.450 Dinyatakan Sembuh

Dia melanjutkan, maraknya pernikahan usia anak bukan hanya terjadi di Kaltim. Tapi juga secara nasional. Sehingga, kondisi ini menempatkan Indonesia berada di peringkat ke-2 se-ASEAN dan ke 8 dunia untuk kasus perkawinan anak di 2018.

"Jauh sebelum pandemi, pernikahan anak memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah," katanya.

Perkawinan usia anak di Indonesia tidak terlepas dari nilai-nilai yang tertanam di masyarakat sejak lama, yakni menganggap normal adanya perkawinan anak, seperti perspektif agama yang berpandangan bahwa menikah adalah cara untuk mencegah terjadinya perbuatan zina. 

Selain itu, perspektif keluarga yang berpandangan bahwa perkawinan anak sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun, sehingga bukan masalah jika hal serupa tetap dilakukan.

Ada pula dari perspektif komunitas yang beranggapan, perempuan tidak perlu menempuh pendidikan tinggi, karena ketika sudah menikah harus lebih banyak mengurus dapur dan rumah tangga.

Baca Juga:Penularan Omicron di Kaltim Disebut 5 Kali Lebih Cepat, Plt Kepala Diskes Kaltim Masitah Jamin BOR Aman

"Berbagai pandangan seperti ini, tentu menjadikan perkawinan usia anak kemudian direstui dan difasilitasi oleh orang tua, keluarga, dan masyarakat," imbuhnya.

Pemerintah, lanjutnya, banyak berupaya mencegah perkawinan anak, diantaranya mengubah batas usia minimal untuk perkawinan dari 16 tahun menjadi 19 tahun, melalui UU Nomor 16/2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini