Pertalite Mau Diganti Bioetanol? Ekonom Unmul Sebut Daya Beli Masyarakat Bakal Anjlok

Sementara, pemerintah disebutnya sering tutup mata dengan permasalahan yang timbul dari pembukaan lahan untuk sawit.

Denada S Putri
Selasa, 07 Mei 2024 | 12:45 WIB
Pertalite Mau Diganti Bioetanol? Ekonom Unmul Sebut Daya Beli Masyarakat Bakal Anjlok
Ilustrasi bioetanol. [Ist]

SuaraKaltim.id - Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi ikut mengomentari rencana pemerintah untuk menghentikan penggunaan pertalite dan diganti dengan bioetanol.

Informasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) menetapkan, Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis Bioetanol per Bulan Mei 2024 sebesar Rp 14.528 per liter.

Sebelumnya, harga BBM non subsidi dari laman resmi pertamina menunjukkan harga Pertalite Rp. 10 ribu, Pertamax Rp 13.500 per liter, Pertamax Turbo Rp 14.750 per liter, Dexlite Rp 14.900 per liter, dan Pertamax Dex Rp 15.450 per liter.

“Problemnya kan hari ini daya beli masyarakat lagi anjlok. Dollar juga lagi ugal-ugalan ya kan,” kata Purwadi, disadur dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Selasa (07/05/2024).

Baca Juga:Civitas Akademika Unmul Turun ke Jalan, Awasi TPS untuk Cegah Kecurangan Pemilu 2024

Untuk membuka lahan kelapa sawit diperlukan penebangan hutan. Penanaman kelapa sawit sendiri dinilai sudah merusak ekologi.

Sementara, pemerintah disebutnya sering tutup mata dengan permasalahan yang timbul dari pembukaan lahan untuk sawit.

“Saya lihat selain negara kasih izin negara jual kavling-kavling di situ, negara tutup mata dengan kerusakan lingkungan. Ketika mengejar pertumbuhan ekonomi yang profit oriented, seringkali ekologi diabaikan,” jelasnya.

Purwadi mengingatkan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam merancangkan proyek-proyek yang dapat membebani dan merusak sumber daya alam serta perekonomian Indonesia di masa mendatang.

“Jangan semuanya dipaksakan gitu di tahun bersamaan. Apalagi kenaikan harga berjamaah gitu,” tuturnya.

Baca Juga:Psikolog Unmul Sebut Kegagalan Pemilu Bisa Sebabkan Gangguan Mental Serius bagi Caleg

“Oke pertumbuhan ekonomi 5%. Tapi, inflasi 3,8%. Kan beda-beda tipis. Ibaratnya tambal sulam, ga nutup,” tambahnya.

Ia menekankan, dalam perencanaan pergantian bahan bakar ini, pemerintah juga harus melihat kembali persentase antara pertumbuhan ekonomi dengan inflasi yang terjadi.

“Kalau pertumbuhan ekonomi ada di angka 7% atau 6% dengan inflasi di angka 4% pemerintah ada kesempatan,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak