Dari Psikolog hingga Relawan: Balikpapan Satukan Kekuatan untuk Anak

Rangkaian HAN juga mencakup diskusi kelompok, sesi berbagi inspirasi, hingga layanan konseling terbuka.

Denada S Putri
Senin, 21 Juli 2025 | 20:30 WIB
Dari Psikolog hingga Relawan: Balikpapan Satukan Kekuatan untuk Anak
Ilustrasi perlindungan anak. [Ist]

SuaraKaltim.id - Jelang peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025, Pemerintah Kota Balikpapan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) menggencarkan pendekatan perlindungan anak berbasis kolaborasi.

Tidak lagi hanya program dari pemerintah, perlindungan anak kini digerakkan bersama oleh psikolog, relawan komunitas, forum anak, hingga jaringan di tingkat kelurahan.

Hal itu disampaikan Kepala Bidang Perlindungan Anak DP3AKB Balikpapan, Umar Adi, di Balikpapan, Senin, 21 Juli 2025.

“Kami tidak berjalan sendiri. Seluruh kegiatan peringatan HAN tahun ini melibatkan psikolog, relawan Forum Anak, dan jejaring PATBM di tiap kelurahan. Itu adalah kerja kolektif untuk memperkuat lingkungan yang ramah anak,” tegas Umar, disadur dari ANTARA.

Baca Juga:Demi Gizi Anak Sekolah, DPRD Bontang Minta Mitra MBG Tak Asal Masak

Rangkaian HAN 2025 di Balikpapan tidak berhenti pada seremoni. DP3AKB mengusung kegiatan dengan semangat partisipatif, seperti forum "Aku Ingin Menjadi...", yang membuka ruang bagi anak-anak untuk berbagi cita-cita dan mendapat inspirasi dari berbagai profesi.

Kegiatan ini melibatkan Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI), Forum Anak kecamatan, serta jaringan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang tersebar di delapan titik layanan.

“Kami mengajak semua elemen, termasuk tenaga psikolog, untuk ikut mendampingi anak-anak, khususnya mereka yang berada dalam situasi rentan, seperti anak korban kekerasan, anak di panti, dan anak dari keluarga bermasalah,” jelas Umar.

Menurutnya, momentum HAN tahun ini dipakai untuk memperkuat sistem perlindungan anak secara menyeluruh dan berkelanjutan, melibatkan masyarakat di tingkat akar rumput. Forum anak menjadi motor penggerak penyusunan kegiatan, sementara relawan dan pendamping lokal menjembatani akses layanan antara warga dan instansi pemerintah.

“Kami ingin memastikan semua anak, tanpa terkecuali, merasa aman dan memiliki ruang untuk tumbuh serta bermimpi. Dan ini hanya bisa dicapai bila semua pihak terlibat,” lanjutnya.

Baca Juga:600 Siswa Sekolah Swasta Dapat Sekolah Gratis, Ini Komitmen Baru Pemkot Balikpapan

Rangkaian HAN juga mencakup diskusi kelompok, sesi berbagi inspirasi, hingga layanan konseling terbuka.

Dalam hal penanganan kasus kekerasan terhadap anak, DP3AKB bekerja sama dengan Unit PPA Polresta Balikpapan, UPT PPA, dan layanan hotline aduan untuk memastikan respons cepat dan aman.

“Kami sudah membentuk jejaring hingga tingkat RT dan sekolah, termasuk tim pencegahan kekerasan anak yang aktif di sekolah-sekolah. Semua ini tidak bisa dilakukan tanpa peran aktif masyarakat,” ujar Umar.

Balikpapan saat ini masih menanti hasil penilaian dari Kementerian PPPA terkait predikat Kota Layak Anak (KLA) 2025, setelah beberapa tahun terakhir mempertahankan kategori utama.

“Predikat penting, tapi yang jauh lebih penting adalah komitmen untuk terus memperkuat sistem yang melindungi anak,” tambahnya.

DP3AKB juga membuka peluang kolaborasi lebih luas, termasuk dengan sektor swasta, institusi pendidikan, dan komunitas lokal dalam bentuk edukasi keluarga, penyuluhan, serta penguatan lingkungan aman dan suportif untuk anak.

“Hari Anak Nasional ini bukan hanya soal anak-anak bergembira. Ini soal tanggung jawab bersama dalam memastikan masa depan mereka benar-benar kita jaga bersama,” tandas Umar.

Rangkaian kegiatan HAN di Balikpapan akan berlangsung hingga akhir Juli, menjangkau seluruh kecamatan dan kelurahan melalui pertunjukan seni Forum Anak, edukasi publik, serta layanan psikososial berbasis komunitas.

Kaltim Buktikan: Budaya dan Alam Bisa Jalan Beriringan

Kebudayaan kerap dianggap sebatas tarian, musik, atau pakaian adat.

Namun di balik itu, budaya menyimpan potensi strategis yang mampu menjadi fondasi pembangunan sosial, pelestarian lingkungan, hingga kebangkitan ekonomi kreatif berbasis lokal.

Hal inilah yang coba digaungkan dalam gelaran Helo East Festival 2025 di Kalimantan Timur (Kaltim).

Festival dua hari ini bukan sekadar ajang pertunjukan seni, tapi menjadi ruang interaksi antar komunitas dari berbagai latar—mulai dari pelestari budaya, pegiat lingkungan, hingga insan kreatif muda.

Mereka berkumpul membawa semangat baru: bahwa budaya dan alam adalah satu napas, saling menghidupi.

Menurut Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XIV Kaltim-Kaltara, Thea Lestari, inisiatif seperti Helo East Festival mendorong lahirnya kesadaran baru tentang budaya.

“Selama ini kita mengenal budaya hanya sebatas kesenian atau tarian. Padahal mencintai lingkungan adalah bagian sangat erat dari kebudayaan,” ujarnya, Jumat, 18 Juli 2025.

Thea menggarisbawahi bahwa dalam UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, terdapat sepuluh objek utama (OPK), dua di antaranya langsung terkait kelestarian lingkungan: pengetahuan dan teknologi tradisional.

“Kalau kita bicara 10 OPK, di situ ada pengetahuan dan teknologi tradisional. Ini sangat terkait dengan bagaimana masyarakat menjaga dan hidup berdampingan dengan alam,” katanya.

Data BPK mencatat, Kaltim sudah mendaftarkan 54 warisan budaya tak benda secara nasional, termasuk Museum Mulawarman dan Lamin Pemancung sebagai cagar budaya tingkat nasional.

Ada pula kekayaan budaya seperti tari jepen, musik sapek, tradisi belian bawo, hingga kuliner khas seperti petis dan sop tekalon.

Namun kekayaan ini, kata Thea, tak akan hidup jika hanya disimpan. Ia mendorong generasi muda untuk menjadi penggerak.

“Saya mintanya anak muda nih. Mari kita gali warisan nenek moyang, kembangkan dan manfaatkan untuk kepentingan bangsa ini,” ajaknya.

Thea memberi contoh potensi pengobatan lokal seperti kayu bajakah yang perlu digarap ilmiah, atau kuliner tradisional yang bisa naik kelas lewat sentuhan kreatif.

“Contohnya Sop Tekalo dari Paser, itu lebih segar dari soto. Nah, ini bisa diekstraksi bumbunya, dikembangkan plating-nya, dan dijadikan produk ekspor,” ujarnya.

Lebih jauh, ia mengajak para pegiat desain, digital, dan teknologi informasi untuk menghidupkan cerita rakyat menjadi karya populer, seperti animasi dan game.

“Kenapa kita meniru anime dari luar? Kita punya banyak pahlawan dari cerita rakyat. Pesut Mahakam bisa jadi ‘Pesut King’. Jagoan-jagoan dari tradisi Dayak bisa dibuat seperti Mobile Legends,” ucapnya sambil tersenyum.

Untuk mendukung misi ini, BPK membuka ruang kolaborasi dengan berbagai pihak.

“Tanggung jawab untuk memajukan kebudayaan tidak hanya milik pemerintah. Komunitas, pelaku kreatif, masyarakat juga harus terlibat. Kami sangat terbuka untuk bergandengan tangan,” tegasnya.

Saat ini, BPK Wilayah XIV tengah mengusulkan Yupa sebagai bagian dari Memori Dunia UNESCO, serta Mando sebagai warisan budaya tak benda tingkat dunia.

“Kami mohon dukungan dari semua pihak agar Mando dan Yupa bisa diakui dunia. Ini akan menjadi kebanggaan Kalimantan Timur dan Indonesia,” harapnya.

Di penghujung pernyataannya, Thea menekankan pentingnya menjadikan kebudayaan sebagai alat pembangunan, bukan sekadar ornamen pelengkap.

“Kebudayaan itu bukan objek yang dibangun, tapi alat untuk membangun bangsa. Kalau anak-anak muda bisa memimpin lewat kebudayaan, maka Indonesia akan sangat kuat,” tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini