EBIFF, Panggung Budaya yang Menyatukan Bangsa-Bangsa di Bumi Etam

Ribuan penonton memadati kawasan Jalan Gajah Mada hingga Taman Samarendah pada malam pembukaan, Jumat, 25 Juli 2025.

Denada S Putri
Minggu, 27 Juli 2025 | 19:17 WIB
EBIFF, Panggung Budaya yang Menyatukan Bangsa-Bangsa di Bumi Etam
Penampilan para delegasi dalam pembukaan EBIFF 2025. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]

SuaraKaltim.id - Ajang budaya internasional East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) 2025 resmi digelar di Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim).

Bukan sekadar pertunjukan seni, festival ini menegaskan posisi Kaltim sebagai poros diplomasi budaya dan pusat pertumbuhan ekonomi kreatif berbasis tradisi.

Ribuan penonton memadati kawasan Jalan Gajah Mada hingga Taman Samarendah pada malam pembukaan, Jumat, 25 Juli 2025.

Mereka disuguhkan atraksi budaya dari berbagai negara serta komunitas lokal, yang menyatu dalam parade kirab budaya penuh warna.

Baca Juga:IKN dan Plataran Kolaborasi, Kuliner Jadi Daya Tarik Wisata Budaya

Dalam sambutan pembukaannya, Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud menekankan pentingnya EBIFF sebagai wadah dialog antarbangsa yang bermuatan strategis bagi daerah.

“Selamat datang kepada seluruh delegasi internasional dan nasional. EBIFF bukan sekadar festival tetapi jembatan diplomasi budaya, ruang dialog antarbangsa dan momentum strategis promosi pariwisata daerah menuju panggung internasional,” ujar Rudy.

Rudy bahkan menyapa langsung perwakilan dari negara-negara peserta—Polandia, Rusia, Korea Selatan, Romania, dan India—dalam bahasa masing-masing.

Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud dan istri dalam pembukaan EBIFF 2025. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]
Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud dan istri dalam pembukaan EBIFF 2025. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]

Suasana hangat dan akrab langsung tercipta di panggung utama Samarinda. Ia pun menggarisbawahi pentingnya relevansi budaya di tengah dinamika global.

“Kalimantan Timur adalah negeri yang kaya budaya. Mulai dari Kutai, Dayak, Banjar, Bugis, Jawa, hingga budaya modern yang tumbuh subur. Semua berpadu dalam harmoni. Multikulturalisme bukan hanya semboyan, melainkan kenyataan hidup,” tambahnya.

Baca Juga:Satgas Pangan Kaltim Sidak Pasar, Beras Premium Oplosan Jadi Sorotan

Mengusung tema Symphony of the World in Nusantara, EBIFF tahun ini membawa pesan harmoni global dalam konteks lokal.

Rudy menilai, gelaran ini tidak hanya menghidupkan budaya, tapi juga memperkuat identitas bangsa dan membuka ruang-ruang baru di sektor ekonomi kreatif.

“Kami percaya festival ini adalah ladang kolaborasi. Bukan hanya antar seniman, tetapi juga antar pelaku ekonomi kreatif, pengambil kebijakan, dan masyarakat luas. Ini upaya membangun bangsa yang ditopang akar budaya yang kuat,” tandasnya.

Presiden Conseil International des Organisations de Festivals de Folklore et d’Arts Traditionnels (CIOFF) Indonesia, Said Rachmat, turut hadir dan memberikan apresiasi tinggi terhadap atmosfer positif masyarakat Samarinda.

“Malam ini saya sangat bangga berada di Kota Samarinda bersama saudara-saudara kami yang begitu bersemangat menyaksikan pertunjukan dari mancanegara. Festival ini adalah upaya menjalin persahabatan antar negara dan memberikan pengalaman internasional bagi kita semua,” ujar Said.

Ia menilai EBIFF adalah contoh nyata dari soft diplomacy berbasis budaya, yang berdampak luas bagi promosi pariwisata hingga penguatan jejaring pendidikan antarbangsa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini