DAS Mahakam, Nadi Kehidupan dan Budaya Masyarakat Mahulu

Tidak hanya karena sungai menjadi sumber kehidupan, tetapi juga karena DAS telah membentuk budaya dan identitas masyarakat lokal selama berabad-abad.

Denada S Putri
Kamis, 07 Agustus 2025 | 22:50 WIB
DAS Mahakam, Nadi Kehidupan dan Budaya Masyarakat Mahulu
Gerbang di Ujoh Bilang, salah satu wilayah di Mahakam Ulu (Mahulu). [Ist]

SuaraKaltim.id - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mahakam Ulu (Mahulu), menempatkan peran masyarakat sebagai pusat dalam strategi perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam.

Tidak hanya karena sungai menjadi sumber kehidupan, tetapi juga karena DAS telah membentuk budaya dan identitas masyarakat lokal selama berabad-abad.

Hal itu disampaikan Asisten II Bidang Administrasi Umum Sekretariat Kabupaten Mahulu, Kristina Tening, saat menghadiri seminar pengendalian ruang DAS di Mahulu, Kamis, 7 Agustus 2025.

"Masyarakat Mahulu memiliki keterikatan sangat kuat dengan DAS Mahakam, mulai dari badan sungai hingga kawasan alirannya," ujarnya, disadur dari ANTARA, di hari yang sama.

Baca Juga:Tanggap Darurat Kekeringan, Pemprov Kaltim Salurkan 68,5 Ton Beras ke Mahulu

Sungai Mahakam dan anak-anak sungainya tidak sekadar berfungsi sebagai sarana transportasi dan sumber air.

Lebih dari itu, kawasan ini merupakan ruang sosial, ekonomi, dan spiritual bagi warga. Nilai-nilai budaya yang tumbuh dari DAS Mahakam turut membentuk sistem kehidupan masyarakat yang sangat kontekstual.

"DAS Mahakam bukan sekadar bentang geografis, melainkan nadi kehidupan masyarakat Mahulu, maka pengelolaan ruang di kawasan ini tidak bisa diseragamkan, melainkan harus disesuaikan dengan karakteristik sosial dan ekologi masing-masing wilayah," jelas Kristina.

Setiap kecamatan di Mahulu memiliki cara pandang dan ketergantungan berbeda terhadap DAS.

Misalnya, Kecamatan Long Bagun, Laham, dan Long Hubung banyak menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan perdagangan sungai.

Baca Juga:Rp 206 Miliar untuk Mahulu: Jalan Darat Pertama Kini Dikerjakan

Sementara itu, masyarakat Long Pahangai lebih kuat dengan tradisi pengelolaan hasil hutan bukan kayu seperti madu dan rotan.

Sedangkan Long Apari masih memegang erat budaya berburu dan berladang secara tradisional.

Melalui forum diskusi dan seminar, Kristina juga menekankan pentingnya pendekatan yang berpihak kepada masyarakat dalam merancang strategi tata ruang kawasan DAS Mahakam.

Bukan hanya dari sisi akademik dan regulasi, tetapi juga menyerap langsung pengetahuan lokal dan praktik hidup masyarakat.

"Dalam rumusan pengelolaan DAS, tidak boleh menjadikan masyarakat sekadar objek dari kebijakan, tetapi harus dijadikan sebagai mitra utama dalam menjaga dan merancang ruang hidup warga," tegasnya.

Empat prinsip utama menjadi pijakan dalam strategi pengelolaan DAS Mahakam versi Mahulu: kebijakan berbasis data lokal dan pengalaman riil masyarakat; pelibatan aktif masyarakat termasuk kelompok rentan dan adat; keselarasan pembangunan dan perlindungan lingkungan; serta pengawasan komunitas yang diperkuat teknologi dan perlindungan hukum.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini