Medan Perang Generasi Z Bukan Lagi di Dunia Nyata, tapi di Dunia Digital

Fenomena isolasi digital ini, lanjutnya, menjadi celah bagi masuknya propaganda ekstrem dan narasi kekerasan.

Denada S Putri
Selasa, 28 Oktober 2025 | 21:26 WIB
Medan Perang Generasi Z Bukan Lagi di Dunia Nyata, tapi di Dunia Digital
Ilustrasi dunia digital Gen Z. [Ist]
Baca 10 detik
  • Ruang digital sebagai medan juang baru – Miftahul Ulum menilai generasi muda kini menghadapi tantangan di dunia digital, termasuk metaverse, AI, dan algoritma, yang membentuk pola pikir, kebiasaan, dan pandangan masyarakat.

  • Potensi dan risiko era digital – Generasi muda dapat menjadi inovator global, tetapi teknologi juga berisiko mengikis empati, memicu isolasi ideologis, dan membuka peluang masuknya propaganda ekstrem.

  • Pentingnya ketahanan ideologi dan siber – Pemerintah perlu memperkuat ketahanan ideologi dan siber, termasuk melalui “kecerdasan imitasi”, untuk mencegah radikalisasi dan risiko di dunia maya.

SuaraKaltim.id - Pengamat keamanan siber sekaligus politik internasional Miftahul Ulum menilai bahwa tantangan terbesar generasi muda saat ini bukan lagi berada di medan perang fisik, melainkan di ruang digital yang tak terlihat namun sangat memengaruhi pola pikir dan perilaku manusia.

Ia menyebut dunia metaverse, kecerdasan buatan (AI), dan algoritma kini menjadi “medan juang” baru bagi generasi muda Indonesia.

Ketiganya, kata dia, memiliki kekuatan besar dalam membentuk kebiasaan, mempolarisasi pandangan, dan mengarahkan cara berpikir masyarakat.

“Beberapa dekade belakangan, bersosialisasi secara fisik itu terdisrupsi oleh media sosial. Lalu sekarang media sosial terdisrupsi oleh metaverse,” kata Miftahul di Jakarta, dikutip dari ANTARA, Selasa, 28 Oktober 2025.

Baca Juga:Samarinda Menuju Kota Digital: Internet Stabil Jadi Kebutuhan Warga

Miftahul menjelaskan, perubahan akibat disrupsi teknologi dan budaya bukan hal baru dalam sejarah manusia.

Ia mencontohkan masa Plato, ketika peradaban bergeser dari budaya tutur ke budaya tulis—sebuah perubahan yang kala itu menimbulkan dinamika sosial besar, namun juga membuka peluang baru bagi kemajuan.

Menurutnya, era digital membawa potensi luar biasa bagi generasi muda, khususnya Gen Z dan Gen Alpha.

Mereka bisa berkembang menjadi global citizen creator — bukan sekadar pengguna teknologi, tetapi inovator, pencipta solusi, serta penggerak perubahan lintas batas.

“Mereka dapat membekali dirinya dengan pelajaran, keterampilan secara mandiri dan juga membangun komunitas untuk berbagi nilai kebaikan kepada masyarakat dan lingkungan,” katanya.

Baca Juga:Pajak Jadi Darah Pembangunan, Kaltim Tawarkan Tarif Terendah dan Layanan Digital

Meski begitu, Miftahul mengingatkan bahwa di balik kemudahan teknologi, ada risiko serius bagi hubungan antarmanusia.

Dunia digital yang serba instan berpotensi mengikis empati, rasa memiliki, dan kemampuan memahami emosi orang lain.

“Algoritma itu akan cenderung mengisolasi kita dengan yang dekat (serupa), sehingga terisolasi secara ideologis,” kata Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) itu.

Fenomena isolasi digital ini, lanjutnya, menjadi celah bagi masuknya propaganda ekstrem dan narasi kekerasan.

Ia menyoroti ruang virtual seperti gim berbasis metaverse yang kini bisa menjadi lahan baru radikalisasi generasi muda.

Karena itu, Miftahul menekankan pentingnya ketahanan ideologi dan siber nasional.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini