SuaraKaltim.id - Psikiater angkat bicara terkait gejala delirium yang dialami pasien Covid-19. Apakah berbahaya?
Menurut Psikiater di Smart Mind RS Gading Pluit, dr Andreas Kurniawan, SpKJ, penyakit delirium merupakan ditandai dengan kebingungan pikiran dan menurunnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar.
"Delirium terjadi ketika seseorang mengalami sakit parah, termasuk pada orang yang terinfeksi Covid-19. Karena ini umumnya gejala delirium ini karena metabolisme di otak menurun," ujar Andreas saat dihubungi Suara.com, Sabtu (12/12/2020).
Menurutnya, gejala delirium ini dapat muncul dalam beberapa jam ataupun beberapa hari secara fluktuatif sepanjang hari, dan mungkin ada saat-saat di mana tidak muncul gejala apapun, dengan bisa menyerang siapapun tanpa batas usia, jika tak ditangani segera dengan baik.
"Delirium sifatnya bisa mendadak, ketika seseorang itu mengalami infeksi berat itu hitungannya bisa berjam dan bisa mengalami sampai berhari-hari, tapi jika segera ditangani akan juga menghilang delirium nya tersebut," jelas dia.
Lebih lanjut kata dia, delirium ini kadang juga disalah artikan oleh masyarakat karena gangguan jiwa, padahal itu salah.
Dan, kesannya banyak yang menggampakan sehingga membuat banyak yang salah faham.
"Delirium dan gangguan jiwa memang memiliki sedikit yang sama seperti tiba-tiba orang itu mudah bengong, mengalami perubahan mood seperti tiba-tiba marah besar dan tertawa tak karuan. Dan, masyarakat harus fahami soal ini," ucap Andreas.
Dia juga menyayangkan terhadap informasi yang beredar luas soal delirium di media sosial.
Baca Juga: Klarifikasi Pesan Berantai Jogja Ditutup dan 4 Berita Terpopuler SuaraJogja
Karena, gambarannya terlalu disederhanakan di media sosial, sebab padahal faktanya delirium itu suatu kondisi dalam dunia kedokterannya termasuk yang sangat serius.
Tingkat kesadaran orang delirium akan menurun dan sebaiknya harus ada pendampingan dari pihak keluarga.
Dan, itu harus dikenali tandanya, dan perlu langsung dibawa ke tenaga medis, atau ke IGD agar segera mendapat penanganannya.
"Pertama memang perlu dilakukan tangani kondisi fisiknya maka delirium itu akan mengalami perbaikan sendirinya. Dokter psikiater juga umumnya akan memberikan obat untuk delirium tapi pengobatannya ini hanya untuk menangani kegelisahannya, dan tingkat kesadarannya," beber dia.
Andreas menegaskan delirium ini pada intinya merupakan suatu penyakit yang tidak bisa berdiri sendiri, jadi pasti akan ada penyakit terlebih dulu pada fisik seseorang tersebut.
Diakuinya juga di Indonesia masih belum ada laporan kasus pastinya soal pasien delirium.
Berita Terkait
-
Wajah Bengkak Diledek Mirip Habis Oplas, Ashanty: Ini karena Obat Steroid
-
Rutin ke Psikiater, Ashanty Tak Terima Disebut Sakit Jiwa
-
Blak-blakan! Ashanty Ungkap Alasan Jalani Perawatan ke Psikiater, Trauma Masa Lalu Terkuak
-
Menelisik Kegundahan Wanita Paruh Baya di Novel 'Umur 40, Kok Gini Amat?'
-
Psikiater Bukan Bertugas Ngasih Kata-Kata Seperti yang Viral di X, Ini Bedanya dengan Psikolog
Terpopuler
- Gebrak Meja Polemik Royalti, Menkumham Perintahkan Audit Total LMKN dan LMK!
- Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Jawa Rp 347,63 Miliar Diincar AC Milan
- Detik-Detik Pengumuman Hasil Tes DNA: Ridwan Kamil Siap Terima Takdir, Lisa Mariana Tetap Yakin
- Kasih Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Ryan Flamingo Kadung Janji dengan Ibunda
- Makna Kebaya Hitam dan Batik Slobog yang Dipakai Cucu Bung Hatta, Sindir Penguasa di Istana Negara?
Pilihan
Terkini
-
128 Penyuluh Dikerahkan Kukar untuk Kawal Swasembada Pangan IKN
-
Unmul Klarifikasi Mahasiswa dalam Video 'Tunggangi Penyu' Derawan: Bukan Bagian Kegiatan KKN
-
Balikpapan Matangkan Lokasi Dapur MBG di Tiga Kecamatan Prioritas
-
Dukung IKN, Pemkab PPU Targetkan 60 Persen Warga Terlayani Air Bersih
-
Harga Beras Premium di Balikpapan Tembus Rp17 Ribu, Jauh di Atas HET