Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Rabu, 16 Juni 2021 | 15:05 WIB
Aksi unjuk rasa siswa SMA 10 Samarinda beserta orangtuanya di Kegubernuran Kaltim. [Jeri Rahmadani/Presisi.co]

SuaraKaltim.id - Ratusan siswa SMA 10 Samarinda bersama orang tua murid menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) pada Rabu (16/6/2021) pagi sekira pukul 10.00 WITA.

Massa yang tergabung dalam Aliansi Smaridasa Bersatu itu menolak pemindahan sekolah.

Dalam aksi tersebut, mereka membentangkan spanduk berisi tuntutan hingga diterima audiensi oleh Kepala Dinas Pendidikan Kaltim Anwar Sanusi. Dalam audiensi, mereka menolak pemindahan SMA 10.

Massa menyebut Yayasan Melati mengusir SMA 10 demi kepentingan bisnis, lantaran itu, mereka menuntut aparat mengusut dugaan tindakan melawan hukum yang dilakukan yayasan tersebut dan mengaudit dugaan memanfaatkan aset negara untuk kepentingan pribadi.

Baca Juga: Tirta Kencana Samarinda Jajaki Kerja Sama dengan Perusahaan Korea untuk Pasokan Air Bersih

Tuntutan tersebut berdasarkan pada putusan Pemprov Kaltim tahun 2014 yang telah mencabut hak pinjam pakai Yayasan Melati. Massa juga menyebut tindakan Yayasan Melati merusak fasilitas SMA 10 Samarinda sebagai tindakan premanisme yang menganggu kenyamanan siswa.

"Sudah ditindaklanjuti. Tidak ada perubahan penerimaan peserta didik baru (PPDB)," ujar Kepala Dinas Pendidikan Kaltim Anwar Sanusi saat audiensi seperti dilansir Presisi.co-jaringan Suara.com.

Dia juga menyebut, belum tentu Yayasan Melati melakukan seperti yang dicantumkan dalam tuntutan massa.

"Belum tentu itu pihak Yayasan Melati. Kalau terbukti, nanti kami sampaikan," ucapnya.

Sementara salah satu orang tua siswa, Edy Mulyadi mengemukakan, dirinya mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) bersama DPRD Kaltim beberapa waktu lalu dan mengaku belum ada tindak lanjut dari Dinas Pendidikan Kaltim. Tak hanya itu, dia menyebutkan, ada tulisan di dekat pintu pos SMA 10 Samarinda, bertuliskan 'SMA 10 tidak menerima siswa baru'.

Baca Juga: Anaknya Lompat Dari Jembatan, Ayahnya Beberkan Keanehan; Kalau Magrib Selalu Ketakutan

“Sejak dua tahun lalu tak dilepas,” ucapnya.

Mengacu pada hasil audiensi, Dinas Pendidikan Kaltim akan berkoordinasi dengan Gubernur Kaltim Isran Nomor untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut.

Sebelumnya, Ketua Yayasan Melati Murjani, membenarkan lahan tersebut tidak memiliki surat hibah resmi dari pemerintah yang menyatakan diberikan kepada lembaga yang dipimpinnya. Bahkan dia menyebut, terdapat sejarah panjang atas konflik sejak kepemimpinan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak kala itu.

Diungkapkannya, pada awalnya lahan tersebut diberikan hak pinjam pakai pada 1994 oleh mantan Gubernur Kaltim Muhammad Ardans kepada Yayasan Melati. Namun, hak pinjam pakai tersebut dicabut Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak pada 2014.

"Mereka paham tidak masalah isi putusan MA itu. Putusan tersebut memenangkan pemprov mengenai pencabutan hak pinjam pakai pada 1994," katanya.

Dia juga menyebut, seluruh pihak baiknya memahami kembali putusan MA yang memandatkan tanah tersebut milik Pemprov Kaltim.

"Artinya, itu adalah hak pemerintah. Hari ini pemerintah merestui bahwa itu adalah tanahnya. Buktinya, SMA 10 diarahkan agar pindah," tegas Murjani.

Mengenai disposisi gubernur soal pemindahan SMA 10, dia menyatakan setelah mendapat kabar disposisi tersebut. Kemudian, dia langsung mengonfirmasi Dinas Pendidikan Kaltim menemui kepala dinas, Anwar Sanusi.

"Saya datang ke kantor beliau, menanyakan disposisi itu asli atau palsu. Dijawab kepala dinas itu asli dengan menunjukkan secara langsung," katanya.

Kemudian, Yayasan Melati melakukan pembongkaran beberapa waktu lalu karena ingin menyiapkan PPDB musabab banyak fasilitas yang rusak dan perlu perbaikan. Dia menjelaskan, fasilitas Yayasan Melati yang digunakan SMA 10 sejak 2014 itu adalah ruang kelas belajar, perkantoran, laboratorium komputer, hingga gedung asrama dan perpustakaan.

"Total ada enam gedung yang mereka pakai. Ada 22 ruang kelas, dan satu gedung asrama yang bisa menampung 500 siswa," katanya.

Load More