Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Minggu, 20 Juni 2021 | 15:26 WIB
Kampus B SMA 10 Samarinda di Jalan Perjuangan. [Kaltimtoday.co]

SuaraKaltim.id - Polemik antara Yayasan Melati dengan Kampus A SMA 10 Samarinda di Jalan HM Rifaddin memunculkan fakta baru.

Yayasan itu dinilai dijerat pidana karena telah merusak fasilitas pendidikan. Hal itu disampaikan Dosen Hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah dilansir Kaltimtoday.co--jaringan Suara.com, Minggu (20/6/2021).

Herdiansyah Hamzah menegaskan beberapa hal terkait konflik tersebut. Pertama, dalam putusan Kasasi (Nomor 64 K/TUN/2016) maupun PK (Nomor 72 PK/TUN/2017), secara tegas menolak permohonan Yayasan Melati.

Baca juga: Gelar Aksi di Depan Kantor Gubernur Kaltim, Siswa SMA 10 Samarinda Minta Tindakan Tegas dari Pemprov
Itu artinya, putusan dalam perkara ini sudah final (inkracht), yang berarti tidak ada lagi upaya hukum lainnya.

Baca Juga: Pemprov Lampung Gusur Bangunan Warga di Jati Agung, Ketua Komisi II Protes

Dalam putusan Kasasi dan PK tersebut, MA setidaknya mengurai dua hal secara eksplisit, yakni: satu, menolak permohonan Yayasan Melati, dimana menurut MA, baik secara judex facti maupun judex juris, putusan PN, PT, hingga Kasasi sudah tepat dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapannya.

Dua, MA menegaskan bahwa pemegang hak pakai tanah di lokasi tersebut adalah Pemprov Kaltim, sedangkan Yayasan Melati hanya bersifat pinjam pakai.

Oleh karena itu, SK Gubernur Nomor 180/K.745/2014 yang mencabut status pinjam pakai Yayasan Melati itu, sudah sesuai dengan prosedur.

Kedua, berdasarkan putusan Kasasi dan PK itu, semestinya Yayasan Melati yang dipersilahkan angkat kaki dari lokasi di Jalan HM Rifaddin. Bukan SMA 10 Samarinda.

Sebab secara hukum, tegas Herdiansyah Hamzah, pemegang hak pakai tanah adalah Pemprov Kaltim. Dalam posisi ini, seharusnya Pemprov Kaltim memberikan prioritas penggunaan lokasi dan faslitas kepada SMA 10 Samarinda, mengingat urgensinya sebagai sarana pendidikan.

Baca Juga: PTC Sebut PN Jaksel Tak Berwenang Adili Sidang Gugatan Warga Pancoran Buntu

“Tapi anehnya, kenapa justru pihak Yayasan Melati yang bersikeras memindahkan sekolah dari lokasi, bahkan dengan cara yang diduga merusak fasilitas sekolah?” heran pria yang akrab disapa Castro tersebut.

Selanjutnya yang ketiga, menurut Castro pengrusakan terhadap fasilitas di SMA 10 Samarinda sudah dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana murni.

Bisa disangkakan dengan delik pidana pengrusakan barang milik orang lain, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 406 KUHP.

Ancaman pidana atas pelanggaran hukum tersebut, sebut dia, paling lama 2 tahun 8 bulan.

“Untuk memberikan efek jera, mestinya hal ini diproses secara hukum, tidak boleh didiamkan. Tidak boleh seorangpun diperboleh merusak barang orang lain, terlebih fasilitas sekolah yang merupakan miliki publik. Mendiamkan peristiwa ini, justru akan menjadi preseden buruk kedepannya,” tegasnya.

Keempat, yang lebih aneh bin ajaib lagi, menurutnya, adalah sikap Pemprov Kaltim dan jajarannya yang cenderung diam. "Ini sangat kita sayangkan," tegasnya.

Ketua Yayasan Melati, Murjani saat menggelar konferensi pers melalui zoom meeting bersama awak media.
Sebagai pemegang hak pakai tanah, harusnya Pemprov Kaltim mengambil alih kendali. Termasuk menghalangi serta mengambil tindakan tegas terhadap siapapun yang mencoba merusak aset dan fasilitas milik negara.

Kecuali, Pemprov Kaltim tidak memiliki kepedulian sama sekali terhadap perkara yang menimpa SMA 10 Samarinda.

“Pemprov harus tegas dan punya keberpihakan. Sebab perkara ini tidak hanya sekedar tanah dan aset semata, tapi menyangkut masa depan pendidikan di Kaltim, masa depan anak-anak kita semua,” pungkasnya.

Load More