SuaraKaltim.id - Aksi BEM KM Universitas Mulawarman (Unmul) menyebut Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin sebagai “Patung Istana Merdeka” saat berkunjung ke Samarinda pada 2 November 2021 lalu, berbuntut panjang. Presiden BEM KM Unmul Abdul Muhammad Rachim dilaporkan ke polisi.
Laporan itu diketahui dari surat panggilan yang dilayangkan Polresta Samarinda B/1808/XI/2021. Dalam surat itu, dasar pemanggilan berdasarkan laporan R/LI/457/XI/2021/RESKRIM, pada 2 November 2021 yang ditindaklanjuti Polresta Samarinda pada hari yang sama dengan menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Sp. Lidik/ 1785 / XI/2021.
Atas panggilan dari Polresta Samarinda itu, Presiden BEM KM Unmul Abdul Muhammad Rachim ketika dikonfirmasi menegaskan bakal memenuhi panggilan tersebut. Pihaknya didampingi tim advokat dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Unmul.
“Saya Insyaallah hadir untuk memenuhi panggilan dari polisi,” katanya, melansir dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa (9/11/2021).
Ia mengaku sangat prihatin atas upaya kriminalisasi terhadap kritik yang disampaikan BEM KM Unmul ke Wapres Ma’ruf Amin. Menurutnya, kritik itu disampaikan murni sebagai bentuk keprihatinan terhadap kinerja Wapres Ma’ruf Amin.
Selama memimpin Indonesia, menurut dia, bersama Presiden Jokowi, Ma’ruf Amin tidak banyak menyelesaikan masalah. Di Kaltim misalnya, masalah lubang tambang yang terus memakan korban dibiarkan. Begitu juga dengan maraknya tambang batu bara ilegal.
“Banyak yang bilang kami tidak beradab. Padahal kami menyampaikan kritik ke pejabat publik sah-sah saja. Kami tidak ada niat menyerang pribadi. Kami mengkritik kinerja,” tegasnya.
Sebelumnya, Rektor Unmul Prof Masjaya mengecam kritik yang disampaikan BEM KM Unmul. Prof Masjaya minta agar kritik Wapres Ma’ruf Amin sebagai “Patung Istana Merdeka” dihapus. Selain itu, dia juga minta BEM KM Unmul minta maaf ke Ma’ruf Amin dan masyarakat.
Meski dikecam, puluhan dosen Unmul justru memberikan dukungan ke BEM KM Unmul. Dosen menilai, kecaman yang disampaikan Rektor Unmul Prof Masjaya itu pembatasan kebebasan berpendapat bagi civitas akademik. Kebebasan yang dilindungi konstitusi, khususnya Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945, serta dalam Universal Declaration of Human Rights, ICCPR, dan Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Baca Juga: Wapres Minta Komisi Fatwa MUI Konsisten Jalani Sistem dan Prosedur Pengambilan Keputusan
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
CEK FAKTA: Video Mualem Disebut Balas Bobby Nasution Soal Razia Pelat BL
-
CEK FAKTA: Konten Manipulatif Soal Menkeu Purbaya Beredar di Facebook
-
Bank Sampah Jadi Senjata PPU Dukung Lingkungan Bersih di Sekitar IKN
-
DPRD Berau Lihat Peluang Wisata Malam di Balik Tren Warkop 24 Jam
-
Cegah Kekosongan Layanan Publik, Kaltim Usulkan P3K Paruh Waktu