SuaraKaltim.id - Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dimulai. Penandaan dimulainya mega proyek tersebut dengan penyatuan tanah dan air dari berbagai wilayah di Bumi Pertiwi.
Tanah dan air itu diantar langsung oleh masing-masing gubernur. Mereka membawanya ke hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian dimasukkan ke sebuah kendi bernama Nusantara.
Ritual itu dilakukan persisi di Titik Nol IKN Nusantara, namun sayang, hal itu justru dianggap sebagai politik klenik di era modernisasi. Kritik pedas soal itu datang langsung dari Ubedilah Badrun. Ia yang merupakan pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyindir Presiden Jokowi yang diduga masih menganut poltik klenik di era modern.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Mulawarman Sonny Sudiar menuturkan, ritual tersebut merupakan hal biasa aja dan bukan politik klenik. Pasalnya dirinya menilai kritik tersebut hanyalah bentuk kontra dengan apa yang dilakukan Presiden Jokowi.
"Itukan persepsi orang saja yang melihat itu ritual, padahal itu bagian dari upaya menginisiasi bahwa Pak Jokowi sudah menginjakkan kaki disini (IKN), dan pecah kendi ini sebagai bentuk bahwa disahkannya Kaltim menjadi IKN," ungkapnya, saat dihubungi melalui sambungan seluler, Selasa (15/3/2022).
Ia menjelaskan, anggapan sebagian masyarakat yang menyebutkan apa yang dilakukan Presiden Jokowi untuk menandai mulainya pembangunan di IKN Nusantara seharusnya tak dipermasalahkan. Baginya, hal yang wajar jika itu dilakukan, karena tradisi seperti ini cuma ada di negara tertentu, termasuk Indonesia.
"Ini menujukkan politik di Indonesia ini tidak bisa lepas dari hal-hal seperti itu (Mistis). Nah ada juga orang yang mengartikan bahwa politik klenik itu adalah politik irasional. Kan harus dipahami juga bahwa politik itu banyak yang irasional juga," jelasnya.
"Kalau saya melihat, apa yang dilakukan Jokowi, yang dianggap klenik itu, merupakan sebuah tahapan soal bagaimana suatu hal ingin dicapai dan harus bisa dipenuhi," sambungnya.
Kendati itu, ia menegaskan ritual pemecahan kendi tersebut jangan dianggap sebagai kemunduran politik. Tapi harus dimaknai bahwa perilaku irasional yang kerap dilakukan politisi masih kerap terjadi dan itu adalah hal yang lumrah.
"Persoalannyakan gini, politisi itu ada yang mencoba melakukan pendekatan yang modern, digitalisasi, tapi kan ada juga melakukan pendekatan tradisional. Jangan dianggap itu sebagai kemunduran peradaban karena itu harus dijaga," pungkasnya.
Kontributor : Apriskian Tauda Parulian
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Profil Wali Kota Prabumulih: Punya 4 Istri, Viral Usai Pencopotan Kepsek SMPN 1
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Lahan 5.298 Meter Persegi Jadi Sengketa, Masa Depan RSHD Samarinda Tak Jelas
-
7.904 Mahasiswa Kaltim Terima Bantuan Gratispol Tahap Pertama
-
Pemkab PPU Siapkan Lahan Sekolah Taruna Nusantara Penopang IKN
-
Pajak Jadi Darah Pembangunan, Kaltim Tawarkan Tarif Terendah dan Layanan Digital
-
Anggaran Influencer Rp 1,7 Miliar Dipertanyakan, Infrastruktur Wisata Kaltim Masih Jadi PR