Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Selasa, 30 Januari 2024 | 16:15 WIB
Ilustrasi kalender (Pexels)

SuaraKaltim.id - Salah satu SMK di Samarinda mengharuskan siswanya untuk membeli sebuah kalender sekolah seharga Rp 55 ribu. Hal ini pun menuai pro dan kontra.

Kalender tersebut bertujuan untuk media promosi sekolah. Salah satu siswi yang enggan disebutkan namanya, menyampaikan awal mula kalender tersebut diperjualbelikan.

"Awalnya kami disuruh untuk pemotretan, katanya sih untuk kalender. Lalu beberapa hari kemudian, kami disuruh untuk beli kalender tersebut untuk mendukung program sekolah," ujarnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa (30/01/2024).

Siswi tersebut mengaku bahwa dirinya merasa keberatan mengenai kalender yang dijual oleh sekolahnya. Sebab, per kalender dihargai sebesar Rp 55 ribu.

Baca Juga: 2 Lokasi di Kota Samarinda Sering Digunakan Kampanye Rapat Umum Pemilu 2024

"Jujur keberatan, karena kami ada untuk pengeluaran seperti pensi, dan lain-lain juga," bebernya.

Lebih lanjut, siswi itu bilang bahwa adanya komplain dari ketua kelas, dan beberapa siswa-siswi lain untuk mempertanyakan soal kalender itu.

"Kemarin ketua kelas sempat komplain, tapi karena kepala sekolahnya lagi di luar kota, jadi masih belum dapat keterangan lebih lanjut," ujarnya.

Dari pantauan di lapangan, beberapa siswa juga memberatkan adanya pembelian kalender sekolah 2024 itu. Bahkan, masih ada yang belum membayarnya.

Terpisah, salah satu orangtua siswa berinisial CN, membenarkan sejumlah jajaran sekolah disuruh untuk membeli sebuah kalender, dalam rangka mendukung program sekolah.

Baca Juga: Dugaan Mobilisasi Ketua RT untuk Dukung Anak Nyaleg, Pejabat Samarinda Disindir Dewan: Bobrok

"Jadi aduannya itu anak-anak disuruh beli kalender, termasuk satpam dan gurunya. Banyak yang mengeluh, karena tidak setuju dengan kepala sekolahnya.

CN mengatakan, program pembelian kalender tersebut baru dilaksanakan tahun ini.

"Kalau promosi sekolah kan tidak harus beli kalender, bisa juga dengan buka stand atau booth di beberapa acara atau pameran," ungkapnya.

Dari informasi yang dia dapat, ada satu kelas yang sepakat untuk tidak membeli kalender itu. 

"Harganya Rp 55 ribu, kalau cuma Rp 20 - 30 ribu, anak-anak tidak protes. Ngga sesuai dengan barangnya bilang. Sampe ada guru yang bilang anggap saja sedekah. Lalu anak-anak bilang, beda dong sedekah sama disuruh beli kalender," tutupnya.

CN juga menyampaikan bahwa sebelumnya tidak ada sosialisasi yang mengharuskan untuk membeli kalender sekolah tersebut.

Load More