Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Rabu, 16 April 2025 | 14:56 WIB
Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Hairul Anwar. [Ist]

SuaraKaltim.id - Beberapa waktu terakhir, masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) dihebohkan dengan maraknya kasus motor brebet yang menyulitkan aktivitas harian warga.

Hingga kini, pemerintah bersama Pertamina masih belum berhasil mengidentifikasi penyebab pasti dari persoalan tersebut.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar pada Rabu, 9 April 2025, Pertamina menyatakan akan menyediakan layanan bengkel gratis di 10 kabupaten/kota di Kaltim.

Layanan ini diberikan di bawah skema kontrak payung bersama seluruh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) dan ditujukan bagi masyarakat yang mengalami kerusakan kendaraan akibat penggunaan BBM dari SPBU resmi Pertamina yang sesuai dengan jenis kendaraannya.

Baca Juga: Motor Rusak, Usaha Mandek, Warga Samarinda Keluhkan Dampak BBM Oplosan

Namun demikian, belum ada kepastian dari Pertamina terkait kapan fasilitas bengkel gratis ini benar-benar akan tersedia.

Informasi tersebut juga belum diumumkan melalui akun Instagram resmi @pertaminapatraniaga.kalimantan.

Menanggapi situasi ini, Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud membuka peluang bagi pihak swasta untuk membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Kaltim sebagai salah satu solusi alternatif atas keresahan warga.

Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud. [Ist]

“Kita sangat mempersilakan jika ada investor yang ingin bangun SPBU swasta. Yang penting sesuai prosedur. Harus jelas legalitas, keamanan, dan standar pelayanannya. Jangan hanya bangun tapi tidak beroperasi,” beber Rudy Mas’ud, dikutip dari kaltimtoday.co – Jaringan Suara.com, Selasa (15/04/2025).

Di Indonesia sendiri, sejumlah SPBU non-Pertamina seperti Vivo dan Shell telah beroperasi dan menjadi pilihan alternatif masyarakat.

Baca Juga: Saat Motor Brebet Jadi Isu Publik, Pemerintah Dinilai Gagal Jaga Komunikasi Krisis

Keberadaan SPBU swasta ini mulai diminati karena menawarkan inovasi layanan dan akses digital yang memudahkan. Meski demikian, tren tersebut belum terlalu berkembang di wilayah Kaltim.

“Kita ingin Kaltim dapat menjadi wilayah yang juga ramah bagi investasi sektor energi, termasuk dalam hal penyediaan alternatif BBM berkualitas yang aman dan terjangkau," ujarnya.

Rudy Mas’ud juga menekankan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim terbuka bagi investor yang ingin membangun SPBU swasta, termasuk di ibu kota provinsi, Samarinda.

Namun, seluruh proses administrasi, teknis, dan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah harus dipenuhi dengan baik.

"Dengan banyaknya alternatif SPBU, maka masyarakat bisa menjadi lebih mudah untuk mengakses BBM dan diharapkan dapat mengurai antrean panjang," sebutnya.

Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul), Hairul Anwar [Ist]

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Hairul Anwar, menyebut bahwa kehadiran SPBU swasta sebagai alternatif bukanlah persoalan.

Namun, ia menilai bahwa investor tentu akan mempertimbangkan peluang dan potensi keuntungan sebelum membangun SPBU non-Pertamina di Kaltim.

“Di Jakarta saja beda harganya berapa? Bagi kita, tidak ada aturan yang melarang,” ucap Hairul.

Akan tetapi, perbedaan harga BBM antara SPBU Pertamina dan swasta dinilai dapat menimbulkan keresahan, terutama di kalangan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.

Apalagi, sebagian besar masyarakat kini cenderung menjadi konsumen yang selektif dalam memilih produk yang paling menguntungkan bagi mereka.

“Kalau bagi driver ojek online (ojol), itu akan sangat berpengaruh, karena mereka makan berapa liter sehari? Berbeda dengan masyarakat yang beli seliter per 3 hari dalam seminggu,” lanjutnya.

Ia juga menyarankan agar Pertamina membentuk tim khusus untuk menelusuri akar persoalan dari fenomena motor brebet, mulai dari tahap produksi BBM hingga distribusinya ke SPBU.

“Jadi masalahnya adalah tahu masalahnya di mana. Kenapa ada SPBU yang tidak bermasalah, kan bisa dicek,” ujarnya.

Hairul pun merinci hal-hal yang seharusnya menjadi fokus pengecekan, seperti kondisi SPBU, tangki penyimpanan, tanggal pre-order, armada pengangkut BBM, hingga batch produksi serta kode produksinya.

“Jadi itulah yang kita perlu terus telusuri sehingga begitu selesai. Oh, masalahnya A. Kita perbaiki aturan baru, cara baru,” tutupnya.

Kontributor: Giovanni Gilbert

Load More