SuaraKaltim.id - Disahkannya Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI memunculkan kekhawatiran serius di tengah masyarakat.
Dominasi militer di ruang sipil dianggap berpotensi melemahkan supremasi sipil dan mengganggu keseimbangan demokrasi.
TNI yang semestinya bertugas dalam urusan pertahanan negara kini dikhawatirkan akan merambah ranah pengambilan keputusan sipil dan politik.
Kondisi ini memunculkan keraguan terhadap netralitas militer, yang bisa berdampak negatif pada kualitas demokrasi, termasuk terhadap kebebasan pers.
Baca Juga: Bulan Inklusi Keuangan 2024: PNM Hadirkan Akses Modal untuk Perempuan Prasejahtera di Wilayah 3T
Posisi jurnalis sebagai pilar keempat demokrasi juga menjadi rentan, mengingat peran mereka dalam menyuarakan kepentingan publik, mengawasi kekuasaan, dan menyampaikan kebijakan kepada masyarakat.
Dalam konteks ini, jurnalis perempuan menghadapi tantangan yang semakin berat.
Bentuk kekerasan terhadap mereka semakin kompleks, mulai dari intimidasi, pelecehan seksual, serangan digital, hingga pembunuhan berbasis gender atau femisida.
Pelaku kekerasan terhadap jurnalis perempuan berasal dari berbagai latar belakang, termasuk aparat negara, pejabat publik, bahkan sesama jurnalis.
Beberapa waktu setelah revisi UU TNI disahkan pada masa pemerintahan Presiden Prabowo, sudah muncul sejumlah kasus yang menyeret jurnalis perempuan sebagai korban.
Baca Juga: 55 Anggota DPRD Kaltim 2024-2029 Resmi Dilantik: 31 Wajah Baru Masuk, Keterwakilan Perempuan Menurun
Antara lain menimpa jurnalis Juwita di Banjarmasin dan Francisca.
Budaya kekerasan dan dominasi yang dilegitimasi oleh militerisme dinilai menjadi ancaman serius bagi profesi jurnalis, terutama bagi perempuan.
Melihat perkembangan ini, Perempuan Mahardhika Samarinda melalui Komite Basis Jurnalis menggelar diskusi publik bertajuk “Menguatnya Dominasi Militer dan Ancaman Bagi Jurnalis Perempuan” di Aula Kantor PWI Kaltim, Jalan Biola, pada Sabtu , 26 April 2025.
Diskusi tersebut menghadirkan dua narasumber utama, yakni Titah dari Komite Basis Jurnalis dan Noviyatul dari AJI Samarinda.
Data hasil survei Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan PR2Media pada 2022 mencerminkan tingginya angka kekerasan seksual yang dialami jurnalis perempuan di Indonesia.
Dari 852 responden di 34 provinsi, tercatat 82,6 persen atau sekitar 704 jurnalis perempuan pernah mengalami kekerasan seksual, baik secara daring maupun luring.
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- Kebijakan Gibran Ingin Terapkan Kurikulum AI Diskakmat Menteri Pendidikan
- Timur Tengah Membara, Arab Saudi dan Qatar Batal Jadi Tuan Rumah Kualifikasi Piala Dunia 2026?
- 6 Mobil Matic Bekas di Bawah Rp 40 Juta: Cocok untuk Pemula dan Ramah di Kantong
- 7 HP Murah Kamera Terbaik Mulai Rp 800 Ribu, Lebih Tinggi dari iPhone 16 Pro Max
- Pramono Ajak Anies Nobar Persija di JIS: Sekarang Tuan Rumahnya Saya, Bukan yang Bikin Nggak Nyaman
Pilihan
-
10 Mobil Keluarga di Bawah Rp100 Juta Selain Avanza-Xenia, Kabin Lega Ada Tahun Muda
-
8 Celana Dalam Wanita Terbaik, Nyaman dan Bagus Buat Emak-emak!
-
Bos Port FC Blak-blakan Usai Diundang Ikut Piala Presiden 2025
-
Korban Laporkan Kasus Pelecahan Seksual ke Polisi, Pelaku Diduga ASN Pemkot Solo
-
Prabowo di Singapura: Danantara Diminta "Jiplak" Kesuksesan Temasek!
Terkini
-
Cara Memilih Sepatu Lari yang Bagus untuk Performa Maksimal
-
7 Rekomendasi Celana Dalam Pria Terbaik 2025: Super Nyaman, Stylish Tambah Percaya Diri
-
10 Mobil Keluarga di Bawah Rp100 Juta Selain Avanza-Xenia, Kabin Lega Ada Tahun Muda
-
Jaga IKN dari Karhutla, Satgas PPU Intensifkan Pemantauan Titik Panas
-
6 Rekomendasi Celana Dalam Pria Terbaik dan Nyaman Buat Sehari-hari, Mulai Rp 50 Ribuan!