Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Rabu, 07 Mei 2025 | 17:24 WIB
Wali Kota Samarinda, Andi Harun. [kaltimtoday.co]

“Kalau semua pedagang berkumpul di satu tempat, tidak tertata, masyarakat juga bingung. Kita ingin ada pembagian fungsi pasar yang jelas. Misalnya, kalau mau cari pakaian, bisa ke Pasar Pagi. Mau belanja sayur segar dan murah, ke Pasar Segiri. Mau cari oleh-oleh, ke Citra Niaga. Itu yang sedang kita bangun,” jelasnya.

Wali Kota Samarinda, Andi Harun, turut mendukung kebijakan ini sebagai langkah jangka panjang untuk meningkatkan tata kelola kota.

“Saya ingin mengajak masyarakat dan semua pihak yang terlibat, termasuk para pedagang, untuk melihat ini sebagai bagian dari upaya kolektif membangun tata kota yang lebih baik,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya memahami bahwa kebijakan tersebut bukan keputusan sepihak pemerintah.

Baca Juga: Diuji Kampus Lokal, Pertamax di SPBU Samarinda Ternyata Tak Standar

“Penataan ini bukan agenda eksklusif pemerintah, tapi merupakan kebutuhan seluruh warga kota Samarinda. Perencanaan ini telah disusun sejak lama dan kami berharap semua pihak dapat mendukungnya,” tegasnya.

Namun, pernyataan itu dibantah oleh Abdus Salam yang mengaku tidak pernah mengetahui adanya pemberitahuan resmi sebelumnya.

“Justru kita kaget adanya relokasi ini. Jadi sebetulnya ini informasinya ini sepihak aja. Tahu-tahu, kita dapat undangan dari pihak kelurahan sampai pihak kecamatan terkait relokasi ini,” ucap Salam saat ditemui di posko anti penggusuran Pasar Subuh, Minggu 4 Mei 2025 malam.

Paguyuban menganggap bahwa alih-alih dipindahkan ke lokasi pasar umum, pasar subuh seharusnya diberi dukungan untuk berkembang menjadi pusat perdagangan non halal yang lebih tertata dan higienis.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda juga menyatakan dukungannya terhadap perjuangan para pedagang, mengingat hal ini menyangkut hak asasi manusia.

Baca Juga: Program MBG di Samarinda Jalan di Tempat? Baru 10 Sekolah Terlibat

“Bagi kami, para pedagang Pasar Subuh yang tergabung dalam paguyuban, mempertahankan kegiatan usaha dalam upaya mandiri memperjuangkan hak atas penghidupan layak adalah asasi bagi kami para pedagang pasar subuh dan keluarga,” ujar Muhammad Al Fatih dari LBH Samarinda.

Fatih menyebutkan bahwa para pedagang beroperasi di atas lahan pribadi dan tidak menggunakan fasilitas umum.

Mengacu pada regulasi tentang usaha mikro, kecil dan menengah, negara seharusnya memberikan perlindungan terhadap kelompok ekonomi rakyat seperti mereka.

Ia menilai rencana pengosongan lahan dengan melibatkan aparat keamanan seperti TNI, Polri, dan Satpol PP adalah tindakan yang berlebihan dan menstigma pedagang seolah-olah pelaku ilegal.

“Seolah-olah para pedagang di Pasar Subuh adalah orang-orang kriminal yang beraktifitas liar di wilayah terlarang dan bukan berusaha mandiri diatas lahan kepemilikan pribadi. Padahal selama ini, para pedagang selalu memastikan kebersihan dan kepatutan citra perkotaan areal lokasi Pasar Subuh ini,” tegasnya.

Sebagai bentuk sikap resmi, para pedagang menyampaikan lima poin penolakan, mulai dari menolak relokasi, menyerukan penghentian pemaksaan kehendak, hingga ajakan solidaritas untuk mempertahankan pasar sebagai ikon komunitas sosial Kota Samarinda.

Load More