SuaraKaltim.id - Wali Kota Samarinda, Andi Harun, angkat bicara soal maraknya praktik doxxing yang menyasar sejumlah pihak, termasuk jurnalis dan influencer lokal yang bersuara kritis terhadap kebijakan pembangunan di Samarinda.
Pernyataan tersebut muncul menyusul peristiwa yang menimpa seorang pimpinan media lokal.
Identitas pribadinya dan sang istri disebarkan oleh akun anonim melalui platform seperti TikTok dan Instagram, pada Minggu, 11 Mei 2025.
Bukan hanya kalangan media, beberapa influencer yang dikenal aktif mengkritik pemerintahan pun mengalami hal serupa.
Merespons fenomena ini, Andi Harun menegaskan bahwa dirinya tidak anti terhadap kritik.
Ia justru menilai kritik sebagai bagian penting dari demokrasi, asalkan disampaikan secara sehat dan berdasarkan argumen yang jelas.
“Iya terbuka. Hanya saja, kritik itu kan harus jelas basis argumentasinya. Yang dikritik itu gagasannya bukan (pribadi) orangnya,” katanya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Rabu, 14 Mei 2025.
Ia menekankan bahwa kritik seharusnya bertujuan membangun, bukan sekadar menyebar ujaran kebencian atau menjatuhkan secara personal.
“Saya berharap demokrasi dipelihara dan terus dirawat, semua bisa saling memberi masukan (antara) masyarakat kepada media juga bisa (antara) media kepada penyelenggara negara,” lanjutnya.
Baca Juga: Warga Samarinda Soroti Banjir Tahunan yang Tak Tertangani: Justru Makin Parah
Lebih lanjut, Andi juga merespons soal video viral yang memperlihatkan dirinya menegur pedagang asal Balikpapan saat kegiatan gotong royong di kawasan Citra Niaga.
Video tersebut disebutnya telah dipotong sehingga tidak menggambarkan konteks kejadian secara menyeluruh.
“Kalau media atau pegiat media sosial sengaja memelintir, maka itu otaknya penuh kebencian,” tegasnya.
Andi menjelaskan, teguran itu merupakan bagian dari upaya kolektif menjaga kebersihan kota, bukan tindakan yang perlu dibaca negatif.
“Maksud kita melakukan teguran agar mereka menjalankan usahanya di Samarinda dengan baik karena menjaga kota ini dari sampah dan mewujudkan kota ini menjadi bersih bukan pekerjaan mudah. Kita butuh komitmen bersama,” tandasnya.
Kritik Dibalas Serangan Data, Pengamat: Demokrasi Kita Sedang Terancam
Fenomena doxing atau penyebaran data pribadi yang belakangan mencuat di media sosial dinilai berpotensi menggerus semangat demokrasi di tengah masyarakat.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Mulawarman (Unmul), Syaiful Bachtiar, menyuarakan kekhawatirannya atas tren yang makin meresahkan ini, terutama ketika serangan dilakukan terhadap pihak-pihak yang menyampaikan kritik secara terbuka.
Salah satu kasus terbaru terjadi di Samarinda.
Founder media lokal Selasar.co, Achmad Ridwan, menjadi korban serangan digital setelah akun Instagram anonim menyebarluaskan identitas lengkapnya dari KTP.
Aksi ini terjadi usai Selasar mengunggah video monolog yang menyuarakan kritik terhadap kelompok buzzer yang lebih dulu mempublikasikan identitas seorang konten kreator bernama kingtae.life.
Konten kreator tersebut dikenal aktif mengkritik kebijakan pembangunan kota melalui unggahan media sosial.
Menanggapi hal tersebut, Syaiful menekankan pentingnya perlindungan terhadap kebebasan berpendapat, apalagi jika kritik yang disampaikan bersumber dari fakta dan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Tentunya kalau kebebasan berekspresi atau pendapat itu disampaikan berdasarkan dengan fakta-fakta, tentu itu mestinya dilindungi oleh undang-undang," sebutnya, disadur dari kaltimtoday.co--Jaringan Suara.com, Selasa, 13 Mei 2025.
Menurutnya, doxing bukan sekadar pelanggaran privasi, tapi juga bentuk kekerasan digital yang merusak rasa aman warga negara dalam menyampaikan pandangan secara terbuka.
Menurutnya, doxing bukan sekadar pelanggaran privasi, tapi juga bentuk kekerasan digital yang merusak rasa aman warga negara dalam menyampaikan pandangan secara terbuka.
"Karena masyarakat punya hak untuk berpendapat, harusnya tidak ada bentuk-bentuk intimidasi ataupun intervensi dari pihak manapun, baik secara verbal maupun non verbal," kata Syaiful.
Lebih jauh, ia menilai bahwa praktik doxing adalah taktik represif yang melemahkan kebebasan sipil dan membungkam suara kritis.
"Terkait fenomena buzzer serta munculnya doxing ini, harus terus dikawal. Jangan sampai perlindungan warga negara ketika menyampaikan pendapat itu terancam," tutupnya.
Di tengah era informasi yang serba terbuka, Syaiful mengingatkan bahwa demokrasi hanya bisa hidup jika masyarakat merasa aman untuk menyuarakan pikirannya, tanpa rasa takut akan dibungkam atau diserang secara personal.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Gebrak Meja Polemik Royalti, Menkumham Perintahkan Audit Total LMKN dan LMK!
- Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Jawa Rp 347,63 Miliar Diincar AC Milan
- Detik-Detik Pengumuman Hasil Tes DNA: Ridwan Kamil Siap Terima Takdir, Lisa Mariana Tetap Yakin
- Kasih Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Ryan Flamingo Kadung Janji dengan Ibunda
- Makna Kebaya Hitam dan Batik Slobog yang Dipakai Cucu Bung Hatta, Sindir Penguasa di Istana Negara?
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP Gaming Rp 2 Jutaan RAM 8 GB Terbaru Agustus 2025, Murah Performa Lancar
-
Neraca Pembayaran RI Minus Rp109 Triliun, Biang Keroknya Defisit Transaksi Berjalan
-
Kak Ros dan Realita Pahit Generasi Sandwich
-
Immanuel Ebenezer: Saya Lebih Baik Kehilangan Jabatan
-
Emas Antam Menggila, Harga Naik Kembali ke Rp 1,9 Juta per Gram
Terkini
-
128 Penyuluh Dikerahkan Kukar untuk Kawal Swasembada Pangan IKN
-
Unmul Klarifikasi Mahasiswa dalam Video 'Tunggangi Penyu' Derawan: Bukan Bagian Kegiatan KKN
-
Balikpapan Matangkan Lokasi Dapur MBG di Tiga Kecamatan Prioritas
-
Dukung IKN, Pemkab PPU Targetkan 60 Persen Warga Terlayani Air Bersih
-
Harga Beras Premium di Balikpapan Tembus Rp17 Ribu, Jauh di Atas HET