Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Sabtu, 24 Mei 2025 | 18:55 WIB
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikdasmen, Toni Toharuddin, dan Sekretaris Daerah Kaltim, Sri Wahyuni. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]

“Melalui tes kemampuan akademik ini, kami berkomitmen menyajikan alat evaluasi yang setara dan juga mencerminkan esensi kebijakan dari kementerian. Bahwa setiap anak berhak untuk berkembang sesuai dengan potensinya, bukan dibatasi oleh sistem yang saya kira sangat tidak adil,” ujarnya.

Toni mengingatkan bahwa sebelumnya, sejak UN ditiadakan, belum ada sistem evaluasi di tingkat individu yang resmi dari pemerintah.

TKA hadir untuk menjembatani kekosongan tersebut, tanpa menggantikan peran satuan pendidikan dalam menilai siswanya.

Ia juga mengakui akan ada tantangan dalam penerapan sistem berbasis komputer ini, terutama dari segi infrastruktur dan kecocokan metode dengan kompetensi yang diuji.

Baca Juga: BMKG: Waspada Pasang Laut 2,9 Meter di Pesisir Kaltim Akhir Mei

Oleh karena itu, hanya mata pelajaran yang dianggap paling strategis yang akan dimasukkan dalam TKA.

“Jadi tidak semua kompetensi ini dan mata pelajaran bisa diuji dengan tes yang tentunya berskala besar,” tambah Toni.

Lebih jauh, ia menegaskan pendidikan tidak hanya soal akademik, tetapi juga pengembangan karakter dan pembentukan pelajar yang adaptif terhadap perubahan zaman.

Sementara itu, Sekda Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Sri Wahyuni, menyambut baik pemilihan Kaltim sebagai lokasi peluncuran awal TKA.

Menurutnya, kesiapan infrastruktur seperti gedung CAT yang mampu menampung hingga 100 peserta menjadi nilai tambah.

Baca Juga: Periode 115 Mei, Harga TBS Sawit Kaltim Turun di Semua Kelompok Umur

“Satu gedung CAT bisa menampung hingga 100 peserta. Jika sekolah belum siap, siswa bisa dialihkan ke fasilitas milik pemerintah daerah,” ujarnya.

Sri juga menilai bahwa penerapan TKA akan memperkuat pelaksanaan program pendidikan gratis di Kaltim dengan menghadirkan jalur seleksi yang lebih objektif.

“Kalau sebelumnya hanya mengandalkan rapor yang bisa berbeda-beda antar sekolah, kini kita punya data pembanding nasional,” tutupnya.

Kontributor: Giovanni Gilbert

Load More