Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:17 WIB
Ilustrasi minyak goreng. [Dok. Istimewa]

SuaraKaltim.id - Penggunaan minyak babi dalam masakan kembali menjadi sorotan setelah viralnya kasus Ayam Goreng Widuran di Solo, Jawa Tengah.

Ayam Goreng Widuran dinyatakan non halal karena menggunakan minyak babi dalam proses penggorengan kremesannya.

Temuan ini memicu keresahan publik di Indonesia, terutama di kalangan konsumen Muslim yang memperhatikan kehalalan makanan.

Fakta ini juga memunculkan pertanyaan baru, benarkah minyak babi membuat makanan lebih enak dan apakah aman dikonsumsi dalam jangka panjang?

Banyak yang meyakini rasa makanan menjadi lebih gurih dan teksturnya lebih renyah ketika digoreng menggunakan lemak babi.

Dikutip dari berbagai sumber, dalam praktik kuliner, minyak babi atau lard memang sudah lama digunakan.

Minyak babi digunakan untuk menggoreng, menumis, hingga memanggang. Namun, perlu diketahui fakta-fakta ilmiah dan kesehatan yang menyertainya, terutama bagi masyarakat yang semakin sadar akan bahan baku makanan.

Apa Itu Minyak Babi?

Dilansir dari The Spruce Eats, minyak babi berasal dari 100 persen lemak babi yang diekstrak dari bagian perut, bokong, dan bahu babi.

Minyak ini biasanya berbentuk padat dengan warna putih krem dan memiliki rasa netral.

Dalam dunia kuliner, lemak babi kerap digunakan sebagai alternatif minyak goreng karena memberikan efek tekstur makanan yang renyah, tanpa memberikan rasa atau bau yang terlalu kuat.

Penggunaan minyak babi juga sudah dikenal dalam masakan tradisional Tiongkok, Meksiko, hingga Eropa. Sifatnya yang tahan terhadap suhu tinggi menjadikan minyak ini cocok untuk metode penggorengan intens.

Berikut ciri-ciri makanan yang biasanya mengandung minyak babi, dikutip dari berbagai sumber:

1. Tekstur Lebih Renyah

Makanan yang digoreng menggunakan minyak babi biasanya memiliki tekstur yang lebih garing karena lemak babi memiliki titik asap tinggi.

Load More