Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Rabu, 04 Juni 2025 | 22:35 WIB
Suasana bincang-bincang pariwisata di 29 Coffee and Eatery, pada Rabu, 4 Juni 2026. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]

SuaraKaltim.id - Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat memberi dampak langsung terhadap industri perhotelan di Kalimantan Timur (Kaltim).

Sektor yang selama ini menjadi mitra strategis dalam mendukung promosi pariwisata daerah kini mengalami perlambatan signifikan.

Dampaknya terasa mulai dari menurunnya okupansi kamar hingga terganggunya keberlangsungan operasional hotel.

Tidak hanya pengusaha, wisatawan pun mulai merasakan imbasnya dalam bentuk pengurangan fasilitas hingga fluktuasi harga.

Baca Juga: Kaltim Luncurkan Rintisan Sekolah Rakyat, Fokus Angkatan Pertama SMA

“Dampak nyata dari efisiensi anggaran akan adanya gelombang PHK yang sangat besar. Contohnya Bali sebagai kota wisata saja, sudah banyak sekali mem-PHK karyawan,” ucap Armunanto, Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Samarinda, Rabu, 4 Juni 2025.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, tingkat hunian hotel berbintang di wilayah ini pada Maret 2025 hanya mencapai 36,43 persen.

Angka ini anjlok 16,35 poin dibandingkan bulan sebelumnya dan 17,06 poin lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.

Hotel non-bintang pun tak luput dari tekanan. Tingkat okupansinya hanya menyentuh 21,85 persen, menurun dari bulan sebelumnya maupun dari catatan tahun lalu.

Armunanto menambahkan, di Samarinda sendiri penurunan okupansi bisa mencapai 30 persen.

Baca Juga: Setelah BIG Mall Terbakar, Pemerintah Kota Siap Evaluasi Bangunan Komersial

Hal ini tentu mengganggu ritme bisnis yang selama ini bergantung pada agenda-agenda pemerintah.

Suasana bincang-bincang pariwisata di 29 Coffee and Eatery, pada Rabu, 4 Juni 2026. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, tingkat hunian hotel berbintang di wilayah ini pada Maret 2025 hanya mencapai 36,43 persen. Angka ini anjlok 16,35 poin dibandingkan bulan sebelumnya dan 17,06 poin lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu. Hotel non-bintang pun tak luput dari tekanan. Tingkat okupansinya hanya menyentuh 21,85 persen, menurun dari bulan sebelumnya maupun dari catatan tahun lalu. [SuaraKaltim.id/Giovanni Gilbert]

“Samarinda saja itu menurun drastis sampai 30 persen, yang tadinya okupansi kita bisa sampai 80 bahkan 90 persen. Sekarang, kalau berkurang drastis, kita mau bayar gaji karyawan atau mau bayar operasional hotel, itu tidak bisa kurang,” tegasnya.

Kondisi ini diperparah dengan absennya agenda rapat dan event pemerintah yang biasanya menyumbang lebih dari separuh pendapatan hotel.

“Sedangkan kita tahu, di event MICE atau event-event dari pemerintah itu mengakomodir 50 sampai 70 persen. Jadi sangat signifikan kalau event tersebut ditiadakan dan itu sangat berdampak dengan kekuatan pendanaan dari setiap hotel, untuk rutinitas membiayai operasionalnya,” lanjutnya.

Sementara itu, dari sisi lama menginap, tidak banyak perubahan yang terjadi.

Rata-rata tamu hotel berbintang menginap 1,45 hari, dengan wisatawan mancanegara bertahan sedikit lebih lama di 2,11 hari. Wisatawan domestik rata-rata menginap 1,44 hari.

Load More