SuaraKaltim.id - Setelah melalui penyelidikan panjang, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq akhirnya menyatakan bahwa PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) terbukti mencemari kawasan pesisir Muara Badak, Kalimantan Timur (Kaltim).
Investigasi yang dilakukan oleh tim dari Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) telah rampung.
"Iya, sudah ada hasil dari tim PPKL [Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan]," kata Hanif, Kamis, 5 Juni 2025, dikutip Sabtu, 7 Juni 2025, KlikKaltim.com--Jaringan Suara.com.
Walau laporan final dari tim penegakan hukum (Gakkum) belum dirilis sepenuhnya, Hanif menegaskan keterlibatan PHSS dalam insiden pencemaran yang menghantam keras sektor budidaya kerang darah di wilayah tersebut.
"Intinya PHSS terbukti menjadi salah satu sumber pencemar. Nanti segera diberikan sanksi oleh Gakkum," tegasnya.
Dampak Nyata: Nelayan Kehilangan Mata Pencaharian
Masalah ini mencuat ketika nelayan melaporkan kematian massal kerang darah di tambak mereka sejak awal tahun.
Budidaya kerang yang selama ini menjadi sumber ekonomi utama masyarakat Muara Badak, kini lumpuh total.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman, yang melakukan uji laboratorium pada 23–25 Januari 2025, menemukan adanya kontaminasi bahan organik dan sirkulasi air yang buruk di 15 titik strategis, termasuk kolam limbah dan limpasan pengeboran PHSS.
Baca Juga: 6,6 Ton per Hektare, PPU Catat Lonjakan Panen Jelang Pemindahan IKN
Meski begitu, pihak perusahaan membantah tudingan tersebut.
"Tidak ada bukti yang mengaitkan langsung kegiatan pengeboran PHSS dengan kasus gagal panen kerang darah," ujar Dony Indrawan, Manager Communication Relations & CID Pertamina Hulu Indonesia, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 2 April 2025.
PHSS juga menyatakan telah mengikuti prosedur AMDAL dan izin lingkungan yang berlaku, serta mengeklaim bahwa pengawasan dari KLH pada Maret lalu tak menemukan pelanggaran.
Namun kondisi di lapangan berkata lain. Sebanyak 299 kepala keluarga nelayan di enam desa pesisir kehilangan sumber pendapatan.
Diperkirakan, mereka mengalami kerugian hingga Rp 69 miliar dari hasil panen yang gagal mencapai sekitar 3.800 ton kerang.
“Satu nelayan itu minimal punya keramba seluas 1 hektare, bahkan ada yang punya 15-20 hektare,” jelas Yusuf, perwakilan nelayan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Terbaik untuk Anak Muda 2025: Irit Bensin, Stylish Dibawa Nongkrong
- 7 Rekomendasi Lipstik Mengandung SPF untuk Menutupi Bibir Hitam, Cocok Dipakai Sehari-hari
- Gibran Hadiri Acara Mancing Gratis di Bekasi, Netizen Heboh: Akhirnya Ketemu Jobdesk yang Pas!
- 7 Lipstik Halal dan Wudhu Friendly yang Aman Dipakai Sehari-hari, Harga Mulai Rp20 Ribuan
Pilihan
-
Jeje Koar-koar dan Bicara Omong Kosong, Eliano Reijnders Akhirnya Buka Suara
-
Saham TOBA Milik Opung Luhut Kebakaran, Aksi Jual Investor Marak
-
Isuzu Kenalkan Mesin yang Bisa Telan Beragam Bahan Bakar Terbarukan di JMS 2025
-
Pabrik Sepatu Merek Nike di Tangerang PHK 2.804 Karyawan
-
4 HP Baterai Jumbo Paling Murah mulai Rp 1 Jutaan, Cocok untuk Ojol!
Terkini
-
Kualitas Hunian di Sekitar IKN Ditingkatkan, 382 RTLH di PPU Direvitalisasi
-
Pemkot Bontang Tindak Tegas ASN Bolos, TPP dan Gaji Siap Dipotong
-
Rp 16,8 Miliar Disiapkan Pemprov Kaltim untuk Pemerataan Tenaga Dokter Spesialis di IGD
-
Tambang Lesu, IKN Muncul Jadi Penyelamat Ekonomi Kaltim
-
Hidran Tak Aktif, Sprinkler Mati: DPRD Kritik Keamanan Hotel Bumi Senyiur