Meski diniatkan untuk memperluas akses pendidikan, publik mengingatkan pentingnya membangun sistem yang akuntabel dan tepat sasaran.
Sorotan tersebut disampaikan oleh Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo, dalam Diskusi Publik yang digelar BEM FISIP Unmul di Teras Samarinda, Senin 30 Juni 2025.
Ia mengingatkan bahwa program serupa sebelumnya, seperti Kaltim Cemerlang dan Kaltim Tuntas, tak pernah dievaluasi secara menyeluruh, padahal menyangkut penggunaan dana publik dalam skala luas.
“Padahal, program-program tersebut menggunakan anggaran publik dan menyasar masyarakat luas,” ungkapnya, disadur dari Presisi.co--Jaringan Suara.com, Selasa, 1 Juli 2025.
Buyung menekankan bahwa Gratispol mestinya tak hanya hadir sebagai kebijakan populis, tetapi juga didesain dengan kerangka perencanaan dan sistem evaluasi yang solid agar hasilnya benar-benar terasa di masyarakat.
Ia menyuarakan kekhawatiran bila program berjalan tanpa akuntabilitas yang jelas.
“Jangan sampai program ini justru dinikmati oleh kalangan yang sudah memiliki akses dan kemampuan, seperti anak pejabat, sementara kelompok rentan terpinggirkan,” tegasnya.
Bila hal ini terjadi, lanjutnya, bukan hanya melukai rasa keadilan publik, tetapi juga berpotensi menciptakan ketimpangan baru dalam sistem pendidikan.
Selain sorotan terhadap tahapan teknis dan penyaluran bantuan, Buyung juga menyinggung soal minimnya pembenahan tata kelola bantuan pendidikan dari masa ke masa.
Baca Juga: 3.187 Penjaga Rumah Ibadah Dapat Umrah Gratis, Ini Komitmen Kaltim Lewat Program Gratispol
Ia menilai bahwa sejak era Gubernur Isran Noor hingga kini di bawah kepemimpinan Gubernur Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji, belum ada terobosan nyata dalam pola penyaluran bantuan pendidikan.
“Jangan ulangi kesalahan teknis dan struktural yang sama seperti sebelumnya,” tambahnya.
Tak hanya dari sisi implementasi, persoalan hukum juga menjadi perhatian serius.
Buyung menyebut adanya indikasi ketidaksesuaian antara Peraturan Daerah (Perda) Gratispol dengan aturan perundang-undangan yang lebih tinggi, terutama dalam aspek partisipasi publik dan batas usia penerima manfaat.
“UU Sistem Pendidikan Nasional, misalnya, menekankan pentingnya perencanaan dan evaluasi yang melibatkan publik,” tegasnya.
Ketika Gratispol tidak membuka ruang partisipasi tersebut, maka ada potensi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hierarki peraturan yang berlaku.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 5 Pilihan HP Snapdragon Murah RAM Besar, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
5 Sunscreen Terbaik untuk Pelajar dan Mahasiswa, Harga Mulai 18 Ribuan
-
5 Link DANA Kaget untuk Tambahan Belanja, Saldo Rp397 Ribu Langsung Cair
-
5 Link DANA Kaget Terbaru di Hari Minggu, Saldonya Bernilai Rp499 Ribu
-
Belanja Pegawai Ditekan, Kutim Upayakan TPP ASN Tidak Terpangkas
-
Jaga Identitas di IKN, DPRD PPU Siapkan Payung Hukum untuk Adat Paser